JURNALPOSMEDIA– Ketupat memang sudah dianggap sebagai ciri khas lebaran. Makanan pengganti nasi ini biasa tersaji di meja saat hari lebaran bersama opor ayam, sambal kentang, dan lainnya.
Namun, tidak semua orang bisa membuat ketupat sendiri. Hal itulah yang menjadi ide kreatif para pedagang untuk menjual kulit ketupat yang tinggal pakai.
Menjelang Hari Raya Idulfitri, pedagang kulit ketupat musiman mulai banyak ditemui di berbagai pasar tradisional. Salah satunya pasar Tradisional Kordon, Kujangsari, Buah Batu, Kecamatan Bandung Kidul.
Salah satu pedagang kulit ketupat, Andri menyebutkan rata-rata pedagang kulit kupat di sekitar Pasar Kordon bukan pedagang tetap. Dia menjelaskan, dirinya berjualan kulit ketupat hanya musiman.
“ Saya kalo sehari-hari jualan Baso, tapi karena ini musiman dan hanya satu tahun sekali, jadi saya mencoba untuk menjual kulit ketupat,” jelasnya pada Jurnalposmedia, Jumat (21/4/2023).
Andri yang biasanya bekerja sebagai tukang baso di daerah Cipendeuy, kembali mengatakan bahwa dirinya sudah berjualan sejak tiga hari yang lalu. Dia mengaku tidak pulang selama tiga hari dan berjualan siang malam.
“Saya berjualan dari pagi sampai malam, tidak pulang nginep di sini,” tambahnya.
Andri menjelaskan, perbedaan antara berjualan baso di hari biasa dengan pendapatannya berjualan kulit ketupat memang tidak berbeda jauh. Alasan memilihnya berjualan kulit ketupat memang karena mengikuti momentum.
“Untuk perbandingan pendapatan tidak terlalu jauh atau bisa disebut hampir sama. Tapi karena ini setahun, musiman jadi saya mencoba,” tambahnya.
Untuk harganya sendiri, Andri menjual kulit ketupat dengan harga Rp10.000-15.000/ikat. Dia mengatakan menjual dengan harga tersebut sudah mendapatkan keuntungan karena kulit ketupat yang dijual asli buatannya.
“Harganya ada yang 10 ribu dan ada yang 15 tergantung ukurannya. Lumayan aja sih karena memang ini langsung saya yang buat tidak ngambil dari orang,” jelasnya.
Secara pendapatan pun, Andri mengaku mendapatkan pengahasilan yang cukup. Menurutnya meskipun pedapatan selama tiga hari tidak tetap, dia tetap merasa bersyukur.
“ Pendapat tidak tentu. Kadang seratus, seratus lebih, tapi kalo paling besar nyampe 300an, Alhamdulillah,” pungkasnya.