Mon, 16 December 2024

Apakah Kita Terjebak dalam Lingkaran Negatif Media Sosial?

Reporter: Verawati/Kontributor | Redaktur: Silmy Kaffah Mardhotillah | Dibaca 126 kali

2 hari yang lalu
(Sumber foto: Freepik)

JURNALPOSMEDIA.COM – Seiring berjalannya waktu, kehadiran media sosial semakin mengakar dalam kehidupan kita. Dari platform untuk berbagi foto hingga alat untuk membangun merek pribadi, media sosial menawarkan banyak kemudahan dan manfaat. Namun, di balik segala kelebihannya, media sosial juga menyimpan sisi gelap yang dapat berdampak buruk pada kesehatan mental. Dalam era digital yang serba cepat ini, apakah kita tanpa sadar telah terjebak dalam lingkaran negatif yang diciptakan oleh media sosial?

Salah satu dampak negatif utama dari media sosial adalah penciptaan standar kecantikan, kesuksesan, dan kebahagiaan yang sering kali tak realistis. Kita disuguhi kehidupan “sempurna” orang lain yang hanya merupakan cuplikan terbaik dari keseharian mereka. Dari foto liburan mewah hingga tubuh yang tampak ideal, konten ini sering kali membuat kita merasa tidak cukup baik atau kurang berharga. Tak jarang, perasaan ini berujung pada rendahnya kepercayaan diri, depresi, dan kecemasan.

Fenomena ini semakin diperburuk oleh algoritma media sosial yang memperlihatkan konten serupa berkali-kali, memperkuat bayangan kesempurnaan. Kita akhirnya terperangkap dalam lingkaran membandingkan diri dengan orang lain, yang tak jarang berakhir pada perasaan tidak puas atau bahkan putus asa.

Media sosial dirancang untuk menjadi sangat adiktif. “likes“, “komentar”, dan “pengikut” memberikan dorongan dopamin ke otak kita, mirip dengan efek yang diberikan oleh zat adiktif lainnya. Sensasi ini sementara, tetapi dapat membuat kita ketagihan untuk terus mengejar validasi. Kita menjadi tergantung pada reaksi orang lain untuk merasa dihargai atau diterima.

Ketergantungan ini dapat memicu perasaan cemas jika tidak mendapatkan jumlah “likes” yang diharapkan atau tidak menerima tanggapan yang diinginkan. Ini menjadi lingkaran negatif yang sulit dihindari. Semakin kita mencari validasi, semakin besar rasa cemas yang muncul saat tidak mendapatkannya.

Media sosial juga membuat orang menjadi Fear of Missing Out (FOMO) atau takut ketinggalan adalah fenomena lain yang berkembang pesat di era digital. Setiap hari, kita dihadapkan pada update tentang acara-acara menarik yang dihadiri orang lain, tren terbaru yang sedang booming, hingga kabar viral yang muncul hampir tanpa jeda. Keinginan untuk selalu update membuat kita kehilangan fokus terhadap hal-hal yang lebih penting dalam kehidupan nyata. Alih-alih menikmati waktu sendiri, kita terus memeriksa ponsel kita untuk tetap “terkini”. Padahal, terlalu banyak paparan seperti ini dapat menyebabkan stres kronis dan kelelahan mental.

Menyadari bahaya ini, banyak orang mulai melakukan “detoks digital” dengan mengurangi waktu penggunaan media sosial atau bahkan menghapusnya sementara. Melalui detoks ini, kita dapat memulihkan kesehatan mental, fokus pada kehidupan nyata, dan merangkul kehidupan tanpa beban tekanan media sosial. Tidak ada yang salah dengan media sosial, selama kita mampu mengendalikannya dan tidak membiarkan media sosial yang mengontrol hidup kita. Langkah-langkah kecil seperti menetapkan batas waktu, menyaring konten, atau bahkan mencari dukungan profesional dapat membantu kita keluar dari lingkaran negatif ini.

Media sosial memiliki kekuatan besar untuk memengaruhi kesehatan mental kita, baik secara positif maupun negatif. Dengan memahami dampaknya dan menyadari kapan kita terjebak dalam lingkaran negatif, kita dapat mengambil langkah-langkah untuk memperbaiki keseimbangan dan kesehatan mental kita. Ingat, di era digital ini, menjaga kesehatan mental kita adalah tanggung jawab kita sendiri. Jangan biarkan media sosial mengambil alih hidup kita. Kita harus mengambil kembali kendali. 

Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments