Fri, 20 December 2024

79 Tahun Merdeka, Tapi Tertinggal: Potret Kesenjangan Infrastruktur di Kabupaten Sukabumi

Reporter: Vina Khoerunnisa | Redaktur: Silmy Kaffah Mardhotillah | Dibaca 150 kali

2 hari yang lalu
(Sumber: Diki Ramdhani/Kontributor)

JURNALPOSMEDIA.COM – Bagaimana merdeka jika jembatan pun tak ada?. Pertanyaan ini sering terlintas di benak warga di pedalaman Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Meskipun Indonesia merayakan 79 tahun kemerdekaan, kenyataan pahitnya masih ada wilayah-wilayah yang tertinggal jauh dalam hal pembangunan infrastruktur dasar.

Kabupaten Sukabumi, salah satu daerah terluas di Jawa Barat, memiliki lebih dari 200 desa terpencil. Berdasarkan data Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Sukabumi tahun 2023, panjang jalan beraspal di daerah ini mencapai 1.112,08 km, sementara jalan berkerikil dan tanah masing-masing memiliki panjang 240,31 km dan 10,48 km. Selain itu, terdapat 49,73 km jalan lainnya yang terbuat dari beton dan material lainnya. Meskipun total panjang jalan mencapai 1.412,6 km, kenyataan bahwa banyak wilayah yang belum memiliki infrastruktur jalan yang memadai menggambarkan ketimpangan yang mencolok di tengah upaya pemerintah memacu pembangunan infrastruktur nasional.

Perjuangan di Tengah Keterbatasan: Potret Kehidupan di Kabupaten Sukabumi

Kabupaten Sukabumi yang dikenal dengan keindahan panoramanya, ternyata menyimpan realitas tantangan infrastruktur yang besar. Di Desa Hegarmullya, Kecamatan Cidadap, anak-anak menghadapi risiko setiap hari untuk menuntut ilmu. Mereka harus menyeberangi sungai tanpa jembatan menuju sekolah yang berada di Desa Tenjolaut, Kecamatan Cidolog. Seorang siswi berusia 12 tahun, Risma Pebriani mengisahkan perjuangannya.

“Kadang air sungainya deras, jadi harus nunggu lama. Tapi kalau nggak nyebrang, kami nggak bisa belajar,” ungkapnya.

Tantangan serupa dialami warga Kp. Tangkolo, Desa Hegarmullya, yang bergotong royong membangun rakit sederhana sebagai akomodasi penyebrangan ke Kp. Buni Sari, Desa. Binong Sari, Kec. Agrabinta Kab. Cianjur, sebagai solusi sementara di tengah keterbatasan fasilitas transportasi.

Dalam Penyusunan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2024 Pemerintah Daerah Sukabumi, minimnya alokasi anggaran merupakan kendala utama pembangunan infrastruktur. Pada 2024, Kabupaten Sukabumi mengalami penurunan signifikan dalam pembiayaan daerah, yaitu dari Rp126,65 miliar pada 2023 menjadi Rp0. Selain itu, pengeluaran pembiayaan daerah juga menurun sebesar 86,88% menjadi Rp10 miliar. Hal ini mempengaruhi kemampuan daerah membiayai proyek infrastruktur.

Namun, ada sedikit kabar baik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Sukabumi mencatat perbaikan Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dari 1,01 pada tahun 2023 menjadi 0,88 pada tahun 2024. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) juga menunjukkan tren positif, menurun dari 0,23 menjadi 0,20 pada periode yang sama. Meskipun ada perbaikan, kesenjangan sosial tetap menjadi tantangan utama yang perlu segera diatasi.

Ketimpangan Pembangunan: Antara Kemajuan Kota dan Keterbatasan Desa

Di tengah pesatnya perkembangan infrastruktur di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya, ketimpangan pembangunan antara perkotaan dan pedesaan semakin terasa. Kota-kota tersebut terus menikmati fasilitas modern, seperti jalan tol, kereta cepat, dan bandara internasional, yang semakin mempermudah mobilitas dan mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Namun, di sisi lain, masyarakat pedesaan, seperti yang ada di Kabupaten Sukabumi, masih menghadapi keterbatasan akses terhadap pendidikan, layanan kesehatan, dan peluang ekonomi yang layak.

Pada tahun 2024, tingkat kemiskinan di Kabupaten Sukabumi tercatat mencapai 6,87%, angka yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata Jawa Barat yang berada di angka 7,46%. Selain itu, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan yang masih tinggi menunjukkan bahwa kesenjangan ini terus berdampak buruk pada kualitas hidup masyarakat. Meskipun ada sedikit perbaikan, sebagian besar warga Sukabumi masih hidup di bawah garis kemiskinan, menggambarkan kesenjangan yang semakin dalam antara kawasan perkotaan dan pedesaan.

Ketimpangan ini bukan hanya soal ekonomi semata, melainkan juga menyentuh hak asasi manusia yang fundamental, seperti hak atas pendidikan yang layak, layanan kesehatan yang memadai, dan akses transportasi yang mudah. Bagi banyak masyarakat pedesaan, semua hal tersebut sering kali terasa jauh dari jangkauan, menjadikan mereka terpinggirkan dalam pembangunan yang seharusnya menjadi hak bersama.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Untuk mengatasi kesenjangan ini, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Program “Desa Cerdas Infrastruktur” yang diusulkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, bertujuan memberdayakan masyarakat lokal dalam merancang dan membangun infrastruktur sederhana dengan menggunakan teknologi murah dan ramah lingkungan.

Selain itu, crowdfunding juga dapat menjadi solusi inovatif. Kampanye crowdfunding di Nagari Sungai Emas, Sumatera Barat, misalnya, berhasil membangun jembatan gantung yang menghubungkan dua bagian desa yang sebelumnya terpisah oleh sungai besar. Inisiatif ini menunjukkan potensi crowdfunding sebagai alat pemberdayaan yang dapat diterapkan di desa-desa lain yang membutuhkan pembangunan infrastruktur.

Penutup: Infrastruktur untuk Semua

Kemerdekaan sejati bukan hanya tentang lepas dari penjajahan, tetapi juga tentang memastikan setiap warga negara memiliki akses yang setara terhadap layanan dasar. Keindahan alam Sukabumi yang luar biasa seharusnya diimbangi dengan infrastruktur yang memadai agar keseimbangan antara pembangunan dan pelestarian lingkungan tetap terjaga. Kini saatnya kita bergerak bersama untuk mewujudkan kemerdekaan yang merata, tanpa meninggalkan siapa pun di belakang.

“79 tahun merdeka, tapi tertinggal”. Jangan biarkan kalimat ini menjadi cerminan abadi bagi saudara-saudara kita di pedalaman Sukabumi. Saatnya bertindak.

Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments