JURNALPOSMEDIA.COM – Sesuatu yang ada tapi jarang kita maknai keberadaannya, suatu yang nyata tetapi kadang dianggap hal biasa, dan sebenarnya lebih tua dari manusia, tetapi banyak yang lupa untuk mencintai apalagi menghormatinya. Ya, itulah eksistensi lingkungan saat ini.
Inilah tempat miliaran makhluk hidup tinggal, tempat di mana kita dilahirkan dan dibesarkan, juga tempat yang Tuhan titipkan untuk menjaga kita dari semua kekurangan. Namun, banyak dari kita yang bertindak “kurang ajar” kepadanya.
Keserakahan dan sikap apatis sedikit demi sedikit menodai keindahan dan nilainya. Entah karena keterpaksaan atau memang dilakukan dengan sadar, tentunya tidak ada alasan terlogis untuk menerima perusakan terhadap lingkungan.
Tidak ada tokoh utama dalam kasus ini, baik “orang besar” maupun “orang kecil” semuanya sama saja pernah menjadi pelaku dalam masalah ini secara langsung maupun tidak langsung. Bahkan, mereka yang katanya “berpendidikan” pun sama saja kualitasnya dalam hal perusakan lingkungan dengan orang yang tidak berpendidikan sekalipun.
Namun, siapa yang pantas menindak pelanggaran ini jika semua pernah melakukan tindakan yang tak terpuji ini? atau mungkin hal tersebut sudah dianggap wajar sehingga undang-undang sekalipun memberikan “dispensasi” terhadapnya.
Emha Ainun Nadjib atau terkenal dengan sapaan Cak Nun pernah berkata, “lingkungan ini adalah kakakmu”. Lantas jika kita memaknai ucapan tersebut, maka masih pantaskah kita disebut sebagai adik dengan semua tindakan yang pernah kita lakukan terhadapnya? tolong jawablah dengan hati bukan dengan naluri apalagi emosi.
Rusaknya lingkungan saat ini bukan masalah yang harus dirumuskan bersama tetapi harus direnungkan oleh setiap jiwa yang masih memiliki akal dihidupnya. Karena hal ini sudah tidak bisa diselesaikan dengan jalan keluar pendidikan apalagi slogan-slogan cantik yang terpajang di seluruh penjuru dunia dengan kalimat yang unik.
Dimulai dari hal yang sangat sederhana, hal yang sering dilupakan namun sering kali menimbulkan bencana yang mengerikan, yaitu sampah. Bosan? tentu saja, mulai dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi tak lekang oleh waktu untuk membahas perihal sampah.
Cukup sederhana sebenarnya inti dari pelajaran tentang sampah itu, cukup BUANGLAH SAMPAH PADA TEMPATNYA, hanya itu. Lebih baik lagi jika bisa mengolahnya. Namun jangankan mengolahnya, membuang sampah pada tempatnya pun kadang dilupakan.
Sampah memang hal kecil tetapi lihat dan ingatlah betapa banyak bencana yang ditimbulkan olehnya. Banjir merupakan bukti nyata bahwa hal kecil yang disepelekan mampu membawa bencana yang bisa merenggut nyawa seseorang.
Akan sampai kapan hal ini terus terjadi, berapa banyak lagi kerugian yang akan didapat melalui sesuatu yang sebenarnya dapat kita hindari.
Semuanya kembali lagi pada diri kita masing-masing, bukan terus mengeluh dan terus menagih janji pemerintah untuk mengatasi. Akan indah rasanya bila semuanya dapat dilakukan dengan kolaborasi, bukan saling menyalahi.
Cobalah untuk merenungkan hal ini, berapa banyak anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah hanya untuk mengangkut sampah dari sungai. Berapa banyak anggaran yang dipakai untuk membantu mereka yang nantinya terkena dampak bencana tersebut, sungguh bukan angka yang kecil. Walaupun penyebab dari banjir bukan hanya sampah, tapi sampah inilah subjek utama dari terjadinya banjir yang sering terjadi.
Dengan keyakinan yang masih tersisa tanamlah kepercayaanmu bahwa hal seperti ini dapat berakhir. Kunci yang utama adalah lahirkan kesadaran untuk peduli terhadap lingkungan. Tidak usah menunggu merasa yang paling benar dan paling suci untuk hal ini. Adalah tanggung jawab kita sebagai makhluk hidup untuk menjaga rumahnya tetap aman, nyaman, dan tentram.
Masalah lingkungan memang bukan hanya sampah saja. Terlampau banyak kebiadaban oknum yang telah merusak rumah kita. Perusakan hutan, pembuangan limbah berbahaya ke sungai dan lautan adalah dua dari rangkaian kebiadaban yang masih terus dilakukan hingga saat ini.
Lalu apa yang harus dijadikan rujukan sebagai penerangan untuk mereka. Hukum Tuhan pun mereka langgar apalagi hanya barisan pasal dan aturan yang manusia ciptakan.
Haruskah kita kehilangan oksigen untuk bernafas agar kita sadar pentingnya menjaga alam dan semua hayati yang dikandungnya. Haruskah kita kehilangan air sebagai kebutuhan terpenting dalam hidup agar kita sadar betapa penting menjaga kelestariannya dan memastikan kesegarannya selalu mengalir hingga nanti tutup usia.
Tentunya itu bukan harapan atau doa yang buruk, semua bisa terjadi kapan saja. Hanya kebijaksanaan kitalah yang mampu menangkal itu semua.
Mulai hari ini dan seterusnya cobalah untuk memahami arti lingkungan bagi kehidupan kita masing-masing. Hapuslah kebiasaan buruk yang sering kita lakukan terhadapnnya sedikit demi sedikit. Jagalah kesuciannya, lindungilah keindahan, dan lestarikanlah alamnya. Mulailah dari hal yang kecil untuk sesuatu yang lebih besar nantinya.
Khususnya kita, Indonesia. Tanah air yang terkenal dengan kekayaan alamnya, sehingga senantiasa mengharumkan namanya. Entah berapa ratus ribu hewan dan tumbuhan hidup di bumi pertiwi ini. Kebanyakan dari mereka berbeda dengan kita.
Mereka hidup dengan menaruh harapan besar atas kondisi lingkungan yang mereka tempati. Baik makanan dan tempat tinggal, mereka gantungkan pada alam ini. Atau jangan-jangan kita juga sebagai manusia bergantung dengan alam ini tetapi kita terlalu naif untuk mengakuinya.
Jika kebiasaan buruk kita terhadap lingkungan terus dilakukan, tinggal menunggu waktu saja menuju kehancuran. Oleh karena itu berpikirlah secara kritis untuk setiap tindakan kita sehari-hari. Terkadang kita hanya memikirkan perasaan orang lain saja dalam bertindak tetapi lupa untuk memikirkan perasaan alam semesta ini juga.
Jadi, ayo buka matamu dan lakukanlah aksimu untuk bumi ini karena masih banyak hal yang lebih penting dari konten Tik-tok dan cuitan manis di Twittermu.