Thu, 30 October 2025

26 Tahun Menyalakan Cahaya di tengah Keterbatasan

Reporter: HANA AZIZAH FITRI/MAGANG | Redaktur: TSANIYA ZAHIRAH SHAFA | Dibaca 277 kali

Mon, 26 May 2025
(Sumber foto : Hana Azizah Fitri/Magang)

JURNALPOSMEDIA.COM – Siapa sangka, di balik bisingnya Terminal Cicaheum dan padatnya pasar, ada seorang guru yang diam-diam menyalakan harapan. Selama 26 tahun, Ibu Eni mengabdi di Madrasah Aliyah Al-Husna, sekolah kecil yang tak banyak orang tahu keberadaannya, tapi menyimpan kisah besar tentang keteguhan dan cinta pada pendidikan.

Wakil Kepala Madrasah Bidang Kurikulum, Ibu Eni, telah mengabdi di Madrasah Aliyah Al-Husna sejak tahun 1999. Meskipun mengajar di sekolah swasta dengan fasilitas terbatas, jumlah siswa per angkatan kurang dari sepuluh orang dan menerima gaji jauh di bawah Upah Minimum Regional (UMR), namun semangatnya untuk mendidik tak pernah luntur.

“Kadang satu kelas hanya ada tujuh atau delapan siswa, tapi itu bukan alasan untuk malas. Justru saya merasa lebih dekat dengan mereka. Bisa benar-benar fokus membimbing satu per satu,” ujar Ibu Eni saat diwawancarai, Jumat (23/5/2025).

Bagi Eni, menjadi guru bukan sekadar profesi, melainkan panggilan hati. Sejak awal memutuskan untuk terjun ke dunia pendidikan, pilihannya justru sempat ditentang oleh keluarga. Mereka beranggapan bahwa menjadi guru bukanlah profesi yang menjanjikan secara finansial.

“Awalnya keluarga sangat menentang, karena profesi guru itu adalah profesi yang sama sekali tidak menjanjikan kalau kita mencari uang. Mereka juga berpikir bahwa kalau mau kaya, kamu harus bekerja di industri, bukan pendidikan. Tapi bukan itu yang saya kejar. Saya lebih mengejar kepada dedikasi, penghargaan dan ingin mencerdaskan bangsa,” ungkapnya.

Menjalani profesi guru selama puluhan tahun tentu bukan hal mudah. Rasa lelah, keinginan untuk menyerah, bahkan kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar, pernah menghampiri. Namun, Ibu Eni tetap teguh berdiri. Baginya, setiap rintangan adalah bagian dari perjuangan yang harus ditaklukkan.

Meski bukan Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS), Ibu Eni tetap bersyukur dengan jalan hidup yang telah ia pilih. Menurutnya, setiap guru memiliki nasib dan takdir masing-masing.

“Setiap guru memiliki nasib dan takdirnya masing-masing. Ibu tak ingin mengeluhkan apa yang Ibu dapat, tapi jauh mensyukuri apa saja yang sudah Ibu dapat,” tuturnya.

26 Tahun mengabdi, Ibu Eni memiliki banyak kenangan manis bersama murid-muridnya. Bagi beliau, setiap angkatan membawa kisah dan cerita nya sendiri. Wajah-wajah siswa yang dulunya pernah ia bimbing kini mereka datang sebagai alumni yang sukses, itu adalah kebahagian yang tak pernah bisa ditukar dengan apapun.

“Yang paling berkesan ya, ketika melihat mereka berhasil. Tiap anak unik, saya senang ketika tahu saya pernah menjadi bagian dalam proses mereka tumbuh,” ujarnya.

Ruang kelas kecil di antara deru terminal dan keramaian pasar menjadi saksi bahwa sosok Ibu Eni membuktikan, menjadi guru bukan tentang seberapa besar gedung tempatmu mengajar, melainkan seberapa dalam pengaruhmu di hati anak-anak yang kelak akan menjadi pemimpin masa depan.

Harapannya sederhana namun dalam: agar dunia pendidikan tetap berada di jalur yang benar dan anak-anak tumbuh dengan karakter kuat.

“Sekarang ini dunia pendidikan rasanya banyak isu miring. Anak-anak karakternya mulai rapuh. Itu menyakitkan. Maka, harapan Ibu hanya satu, semoga pendidikan kita tetap melahirkan generasi yang berkarakter,” harapnya.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments