Fri, 28 November 2025

Zohran Mamdani: Pahlawan atau Penyimpang

Reporter: RINDI ANTIKA | Redaktur: ANGGIA ANANDA SAFITRI | Dibaca 29 kali

5 jam yang lalu
(Sumber foto: Freepik)

JURNALPOSMEDIA.COM – Kemenangan Zohran Kwame Mamdani sebagai Walikota New York City adalah sebuah fenomena politik yang tak terhindarkan. Berusia 34 tahun, ia bukan hanya politisi Muslim dari Asia Selatan pertama yang menduduki jabatan di kota paling liberal di dunia, tetapi juga seorang Sosialis Demokrat yang secara terang-terangan pro LGBTQ+. Kemenangannya memicu perdebatan sengit, apakah ini kemenangan simbolis umat Muslim atau justru alarm ideologis yang menunjukkan kompromi terhadap nilai-nilai agama.

Lahir di Uganda, dari seorang ayah akademisi dan ibunya sutradara film terkenal, sebuah perpaduan latar belakang yang sangat unik, antara India dan Afrika yang akhirnya menetap di NYC. Namun hal yang jauh lebih penting dari identitasnya adalah ideologinya.

Mamdani adalah seorang Sosialis Demokrat, yang platform politiknya bukan hanya progresif, melainkan radikal, dengan menjanjikan kebijakan transportasi umum seperti bus kota gratis, membekukan harga sewa pada unit distabilisasi, hingga menerapkan pajak flat 2% pada warga New York yang berpenghasilan di atas $1 juta. Fokus utamanya adalah keadilan struktural dan perlawanan terhadap ketidaksetaraan ekonomi. Dalam pandangan politiknya, setiap kelompok yang tertindas adalah bagian koalisi moral yang sama.

Dikenal sebagai pendukung keras hak-hak LGBTQ+, ia tak hanya menyuarakan perlindungan dari diskriminasi tetapi mendukung konsep Queer Liberation dan bahkan menyuarakan operasi yang didanai pembayaran pajak untuk membantu transgender, serta mendukung legalisasi pekerja seks.

Disinilah letak kontradiksi yang memicu perdebatan sengit di kalangan Muslim. Di satu sisi, Mamdani berhasil meraih dukungan karena identitasnya sebagai Muslim yang dianggap minoritas, namun di sisi lain platform politik yang ia perjuangkan bertentangan secara mutlak. Demi membangun koalisi politik yang tak terkalahkan, ia harus memprioritaskan solidaritas politik di atas segala prinsip agama yang berpotensi memecah belah.

Langkah ini dilihat sebagai pengorbanan nilai agama demi ambisi politik. Mamdani telah mengambil keputusan yang lugas dan disengaja untuk mengadaptasi, bahkan mengabaikan norma agama demi keuntungan politik. Identitas muslimnya ia pergunakan untuk memperkuat sebagai pejuang melawan ketidakadilan.

Pada akhirnya, Mamdani adalah sosok yang memecah belah. Bagi kaum progresif, ia adalah sosok pahlawan yang membuktikan identitas minoritas dapat mencapai kekuasaan, namun bagi komunitas Muslim, ia adalah penyimpang yang menukar esensi agama dengan kekuasaan. Kemenangannya menjadi alarm ideologis yang keras, bahwa ia bukanlah model representasi umat, melainkan simbol bahwa politik dapat dengan mudah menggadaikan identitas agama.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments