JURNALPOSMEDIA.COM – Aktivitas truk tambang di wilayah Lebak Banten, khususnya di bagian wilayah Rangkasbitung, Citeras dan Cimarga yang sering dikenal masyarakat sebagai jalur polusi ini terus menimbulkan perbincangan. Sebagian masyarakat resah akibat banyaknya truk-truk tambang pasir yang masih beroperasi di jam-jam tertentu, meskipun dari pihak Dinas Perhubungan Kabupaten Lebak sudah membuat aturan jadwal jam operasional untuk truk-truk beroperasi, yaitu pada pukul 21:00 WIB – 05.00 WIB. Hal ini menunjukan bahwa peraturan yang ada, kurang diterapkan secara efektif.
Pergerakan truk pertambangan pada siang – sore hari, meningkatkan kemungkinan terjadinya kecelakaan. Kecelakaan yang terjadi pada tahun 2025 ini menunjukan bahwa kondisi inilah yang menyebabkan cedera dan kematian. Dan faktor utama penyebab kecelakaan tersebut adalah truk dengan muatan berlebih (Overload), tumpahan material tambang ke permukaan jalan, pelanggaran jam operasional, kecepatan berlebih, kondisi jalan rusak dan licin, kurangnya penerangan jalan, dan kelelahan pengemudi truk. Berdasarkan sumber dari INews.ID, Bantenpro.co.Id, dan Banten Raya. Pada 28 Januari tahun 2025 lalu, sekitar enam korban meninggal, 10 korban dirawat, dan sekitar 30 korban pengendara bermotor tergelincir akibat jalan licin dan kurangnya penerangan jalan.
Aturan mengenai pembatasan jam operasional truk memang sudah dibuat oleh pemerintah, namun pelaksanaannya masih lemah. Sifat berulang dari kondisi ini berasal dari ketiadaannya undang-undang resmi. Peraturan yang ada saat ini masih berupa surat edaran dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
Masih banyak laporan-laporan dari masyarakat terkait truk tambang yang melanggar aturan jam operasional. Kondisi ini memperlihatkan bahwa pengawasan tidak dilakukan secara konsisten. Hal ini jelas membuat pelanggaran terhadap truk tambang terus berulang tanpa adanya tindakan yang tegas.
Pada 4 November 2025, diadakannya razia truk tambang yang melanggar aturan jam operasional oleh Dishub Lebak. Hanya saja itu mungkin kurang memadai, sistem pengawasan lapangan hanya ditentukan di waktu-waktu tertentu saja, bukan setiap waktu. Sehingga masih banyak truk yang masih beroperasi di jam-jam yang dilarang tanpa adanya pengawasan dan sanksi yang jelas. Terutama terjadi di wilayah Citeras, di mana volume lalu lintas truk yang mengangkut muatan berat terus meningkat secara stabil.
Bukan hanya masalah truk tambang saja, dari sumber media Kabar Banten terdapat 60 sampai 80 lubang tambang batu bara ilegal, dan tambang-tambang lainnya yang masih diselidiki. Sudah banyak juga tambang ilegal yang ditutup oleh pihak kepolisian. Pada tahun 2018 sampai tahun 2019 pertambangan pasir putih di wilayah Citeras pernah ditutup oleh Pemerintah Kabupaten Lebak lewat Satpol-PP. Namun sampai saat ini masih saja beroperasi, inilah yang membuat masyarakat resah, akibat permukaan jalan yang jadi berbahaya bagi pengendara motor, dan menjadi titik rawan kecelakaan akibat jalan licin.
Mungkin ada beberapa langkah yang harus diprioritaskan agar masyarakat tetap aman dan nyaman saat berkendara. Pengawasan di lapangan harus konsisten agar peraturan tidak hanya menjadi huruf mati. Pemerintah harus menerapkan peraturan ketat mengenai jam operasional truk tambang.
Mungkin dibuatnya jalur aman untuk truk dengan muatan material tambang agar kendaraan berat tidak bercampur dengan kendaraan biasa. Pengawasan titik masuk dan keluar lokasi penggalian atau pengawasan di jalur-jalur pertambangan dapat membantu mengurangi pelanggaran selama operasi, dengan diadakannya petugas yang berjaga atau dengan diadakannya CCTV. Selain itu, perlu diberlakukan sanksi bagi pengemudi yang terus-menerus berkendara di luar jam operasional, demi menjamin keselamatan semua orang, bahkan untuk keselamatan dan kenyamanan pengemudi truk tambang itu sendiri.
Pelanggaran jam operasional di jalan raya oleh pengemudi truk tambang di Wilayah Lebak, khususnya wilayah Rangkasbitung, Citeras, Cimarga dan sekitanya merupakan masalah yang serius. Kegiatan ini membahayakan keselamatan dan merusak kondisi jalan raya. Jika pemerintah tidak memperkuat pengawasan dan peraturan, kondisi ini akan terus berlanjut. Saya sebagai warga asli wilayah Citeras ini berpendapat bahwa pengambilan tindakan tegas dari pemerintah dan Dishub bisa menjadi langkah maju yang penting bagi keselamatan pengguna jalan raya, bukan hanya untuk warga Lebak saja, tetapi juga untuk semua masyarakat yang melintas.
















