JURNALPOSMEDIA.COM – Hijrah dari negeri piramida, Jurnalposmedia melanjutkan penelusuran kepada WNI di negara India dan Jepang. Salah satunya, mahasiswa asal Indonesia di Universitas Muslim Aligarh, India, Fikri Firstly. Ia mengatakan setelah pandemi Covid-19 menerjang India, pemerintah langsung memberlakukan kebijakan lockdown selama 24 jam.
Mulanya, masyarakat merasa resah akan kebijakan tersebut. Mereka takut mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan makanan untuk kesehariannya. Akhirnya, pemerintah India pun mengeluarkan kebijakan yang memperbolehkan masyarakat berbelanja kebutuhan pokok di pasar. Yaitu, dari pukul 7-10 pagi.
Hukuman atau sanksi bagi yang melanggar aturan tersebut adalah disabet atau dicambuk menggunakan rotan seperti video yang sempat viral, hingga penjara. Sanksi itu diberlakukan karena masih banyak warga India yang tidak menaati peraturan, sehingga angka positif Covid-19 terus bertambah walau sudah diterapkan lockdown secara cepat sejak awal.
Sama seperti di Mesir dan tanah air, perkuliahan di India juga diganti menggunakan sistem online di tempat tinggal masing-masing. Pihak universitas di kampus Fikri juga sudah memfasilitasi kendaraan umum, yakni bus. Kendaraan tersebut digunakan para mahasiswa yang masih tinggal di asrama untuk pulang ke rumahnya masing-masing.
Dalam perkuliahan daring, Fikri mengaku sebagian teman-temannya seringkali mengalami kendala sinyal. Sehingga, mereka harus menumpang di indekos miliknya atau teman-teman lainnya, “Kalau aku sih tidak ada kendala selama perkuliahan online ini,” terang Fikri kepada Jurnalposmedia via WhatsApp, Kamis (7/5/2020). Ia juga mengungkap sempat mendapat bantuan sembako dari pihak Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI).
Saat ditanya perihal rutinitas bulan Ramadan di sana, Fikri mengatakan ibadah salat Tarawih dilaksanakan di tempat tinggal masing-masing. Hal itu dikarenakan semua masjid ditutup. Fikri biasa melaksanakan salat Tarawih sendiri di kamarnya, juga terkadang salat berjemaah di kediaman temannya yang tinggal di apartemen.
“Sebagian dari kami ada yang tinggal di apartemen. Jadinya ramai, bisa buat berjemaah. Biasanya setelah berbuka puasa di kamar, aku langsung pergi ke apartemen mereka. Bahkan sampai sahur di sana, paginya baru pulang,” ujarnya.
Kabar dari Negeri Sakura
Pekerja magang asal Bandung di Osaka, Jepang, Yulianti Faujiah mengungkapkan keterkejutan warga Jepang saat pertama kali ditemukan pasien positif Covid-19 di negara itu pada akhir Februari lalu. Namun hingga saat ini Jepang tidak memberlakukan lockdown. Aktivitas sehari-hari di sana masih berjalan seperti biasanya. Hanya saja, untuk sekolah-sekolah sudah cukup lama diliburkan.
Walaupun demikian, Kaisar Jepang tetap menganjurkan social distancing. Tunjangan pun diberikan kepada seluruh warga Jepang, meski hanya sekali, “Baik itu warga negara Jepang atau warga negara asing yang tinggal di Jepang mendapat bantuan tersebut. Mengingat beberapa perusahaan ataupun tempat kerja lainnya ada yang memotong gaji karyawannya,” jelas Yuli pada Jumat (8/5/2020).
Pemilik perusahaan tempatnya bekerja juga selalu mengingatkan karyawannya untuk melakukan upaya pencegahan penyebaran virus Corona. Di antaranya melakukan jaga jarak, pakai masker, dan menjaga kebersihan seperti cuci tangan setelah berkegiatan di luar. Perusahaannya juga memberikan masker gratis.
Saat disinggung mengenai aktivitas bulan Ramadan di negara tempatnya bekerja, Yuli mengatakan hadirnya pandemi membuatnya tidak bisa berkumpul dengan orang-orang Indonesia dari apartemen berbeda. Keinginan melakukan buka puasa bersama (bukber) pun tingal angan-angan saja.
“Bahan baku halal seperti daging ayam, stoknya mulai sedikit, karena stok tersebut dikirimkan dari luar Jepang. Mau pulang ke Indonesia juga cukup sulit dan dirasa sama saja, karena di Indonesia juga ada virus Corona,” ujar Yuli. Warung-warung penjaja makanan seperti kedai ramen dan sushi di Jepang juga ditutup dengan sendirinya. Sama halnya dengan mall dan tempat wisata.
“Itu dikarenakan semua orang lebih memilih di rumah saja, sehingga tidak ada yang membeli. Kecuali supermarket dan beberapa mini market (masih buka). Jadi, di Jepang sebenarnya tidak ada lockdown, tapi orang-orangnya sendiri yang mengerti dan menyesuaikan diri bahwa Covid-19 ini bahaya. Lebih baik di rumah saja,” tutup Yuli.