Sun, 24 November 2024

Ruang Diskusi: Kuliah dan Karir di Luar Negeri

Reporter: Muhammad Yuda Saputra/Kontributor | Redaktur: Nazmi Syahida | Dibaca 270 kali

Fri, 28 August 2020
Diskusi Publik dilakukan secara online, digelar oleh Himpunan Mahasiswa Jurnalistik UIN Bandung. Diskusi tersebut berkolaborasi dengan Hima Humas UIN Bandung, pada Kamis, (27/8/2020).

JURNALPOSMEDIA.COM – Himpunan Mahasiswa (Hima) Ilmu Komunikasi (Ilkom) Jurnalistik menggelar diskusi online pada Kamis, (28/8/2020). Diskusi tersebut berkolaborasi dengan Hima Hubungan Masyarakat (Humas) UIN Bandung, bertajuk “Apa Kata Mereka Tentang Kuliah dan Karir di Luar Negeri?”. Adapun, pemateri diisi oleh 4 orang alumni Ilkom UIN Bandung yang berkuliah di luar negeri.

Acara yang diselenggarakan melalui Zoom Meet ini juga diikuti oleh beberapa pengurus Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Bandung. Seperti Wakil Dekan III, Dadan Suherdiana, Ketua Jurusan Ilkom, Darajat Wibawa. Lalu, Sekretaris Jurusan Ilkom, Encep Dulwahab, dan Ketua Prodi Jurnalistik, Enjang Muhaemin.

Mulanya, pemaparan pertama disampaikan oleh alumni Humas 2015, Nazilatus Syiam. Ia alumni yang juga akan segara berkuliah di Nicolaus Copernicus University. Nazil mengatakan, sedikitnya dirinya patut berbangga karena menjadi satu-satunya yang mendapatkan beasiswa dari kampus Islam. Menurutnya, hal itu yang patut dia syukuri karena dengan begitu dia dapat membuktikan bahwa kampus Islam dapat bersaing. Terkhusus dengan alumni kampus-kampus besar lain.

Nazil menmbahkan, yang paling penting jika ingin mendapatkan beasiswa itu niat. Yakni, niat daftar beasiswa ke luar negeri itu untuk belajar, bukan sekedar mengejar gengsi kuliah di luar negeri.

“Jika misalnya daftar ke luar negeri jangan karena gengsi, jangan karena prestige aja. Tetapi harus kembali lagi ke niatnya belajar buat apa, untuk siapa. Lalu, kembalinya nanti ke Indonesia itu akan seperti apa,” pungkasnya.

Pemaparan materi dilanjutkan oleh alumni Jurnalistik 2009 dan juga Post Graduate Russian State Social University, Desi amaliah. Ia mengatakan, semua punya kesempatan yang sama untuk mendapatkan beasiswa ke luar negeri. Pun, dalam pemaparannya, jika kemampuan bahasa Inggris sebaiknya dilatih dari sekarang sebagai syarat untuk mendapatkan beasiswa.

Selanjutnya, ia pun membagikan pengalamannya selama di Rusia. Di sana dari semester pertama sudah wajib mahasiswanya disebar ke media.

“Hal itu karena pas semester satu saya enggak bisa ke media kendala bahasa juga, jadi akhirnya mereka menshare saya untuk bisa training di kampus. Jadi saya ngajar di kampus untuk satu semester, tiga semester lainnya saya disana kerja sebagai jurnalis utuk perusahaan tertentu,” ujarnya.

Sama halnya dengan alumni Jurnalistik 2009 sekaligus saat ini menjadi fotografer, Djuli Pamungkas yang turut membagikan pengalamnnya. Terkhusus selama menjadi volunteer fotografer Homeless World Cup 2017 di Oslo, Norwegia.

“Awalnya itu saya jadi volunteer dulu di Rumah Cemara. Setiap lembaga yg ikut di Homeless Cup itu mereka punya basenya sendiri di negara masing-masing. Di Indonesia sendiri basenya itu di Bandung ada Rumah Cemara,”katanya.

Djuli pun mengatakan, dari seluruh dunia diambil dua puluh fotografer untuk memotret di ajang Homeless World Cup 2017 itu. Selain Indonesia di Asia hanya perwakilan dari Jepang saja yang terpilih.

“Saya itu ke sana ngeblank, jadi sehari sebelum berangkat saya baru bilang ke orang tua. Berangkat kesana dengan modal seminim mungkin enggak tahu kursnya berapa, nginep disana gimana, pokoknya sampai sana aja dulu,” ujarnya.

Djuli menambahkan selama ajang Homeless World Cup 2017 ada kompetisi tersendiri untuk fotografernya. Bagi yang dalam kurun waktu seminggu sebelum final fotonya menjadi headline Homeless World Cup 2017, maka ia pemenangnya. Lalu berhak mendapatkan reward memotret kualifikasi Euro pada saat itu. Demikian itu, Djuli memenangkannya dan berhak memotret pertandingan antara Norwegia versus Azarbaijan.

Materi terakhir diisi alumni Humas 2006 dan juga pemilik dari Studiokkay Photography, Oka Herdiana. Oka yang juga mendapatkan beasiswa short course di Belanda ini mengatakan, bahwa diawal keberangkatannya sempat mendapatkan masalah karena paspornya kosong karena belum pernah keluar nigari. Sedangkan jika ke negara Eropa itu minimal kita harus pernah ke negara Asia Tenggara tiga sampai empat kali.

Oka menambahkan ingin mengejar beasiswa ke luar negeri ada dua opsi, yang pertama opsi secara akademis yang mana sacara akademisnya itu dia pintar dan jenjangnya mungkin menuju ke titel akademik. Lanjutnya, opsi yang kedua mencari seponsor atau perusahaan yang mau memberikan kita beasiswa.

“Jika saya enggak mencari personal jadi saya mencari salah satu studio foto di Belanda yang mau sponsorin saya buat belajar di Fotovakschoo, Rotterdam. Jadi saya nyari siapa kira-kira studio foto yang suka bikin beasiswa buat orang luar akhirnya saya dapet. Jadi opsinya secara akademis atau mau short course kaya saya, tapi itu harus mencari sponsor yang mau membiayai kita selama disana,” tuturnya.

Seorang peserta diskusi, Lyra Amelia beranggapan diskusi kali ini sangat bermanfaat baginya. Hal itu ditandai karena bisa mengetahui beberapa persiapan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri. Selain itu juga membuatnya semangat untuk melanjutkan kuliah atau karir di luar negeri.

“Jadi saya semakin yakin bahwa semua orang bisa melanjutkan study ataupun berkarir di luar nrgeri,” pungkasnya.

Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments