JURNALPOSMEDIA.COM-Beberapa minggu ini, lagu “Aisyah Istri Rasulullah” sedang trending di indonesia. Kalangan seniman tarik suara di Indonesia pun ramai-ramai membuat versi cover terbaiknya. Tak hanya digandrungi remaja, anak-anak hingga orang dewasa juga menikmati lagu yang pertama kali muncul pada 2017 ini.
Tidak heran, lantaran lagu yang mengisahkan romantisme Rasulullah dengan sang istri Aisyah ini dibawakan dengan lirik yang manis dan menyentuh hati. Membuat para pendengarnya terbawa suasana hingga seringkali menyenandungkan lagu ini.
Lagu “Aisyah Istri Rasulullah” awalnya dibawakan oleh band asal Malaysia yang kemudian diunggah di kanal Youtube, Vitaminbie. Siapa sangka, pada tahun 2020 lagu ini kembali dipopulerkan oleh penyanyi Syakir Daulay. Syakir sukses membawakan lagu tersebut hingga menjadi trending dan memperoleh banyak viewers.
Lantas, bagaimana sebenarnya pandangan Islam tentang musik dan nyanyi-nyanyian?
Polemik musik dan nyanyian ini telah menjadi bahan perbincangan para ulama. Ada yang melarang dan menganggapnya haram namun ada juga yang memperbolehkannya secara terbatas. Para ulama yang mengharamkan musik diantaranya adalah Imam Ibnu al Jauzi, Imam Qurthubi dan Imam asy Syaukani.
Para ulama tersebut menggunakan dalil dalam Al-Qur’an yang berbunyi, “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lahualhadits) untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokkan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS: Luqman 6)
Selain itu, Rasulullah pernah menyebutkan perihal nyanyian dan alat musik dalam hadistnya.
“Sesungguhnya akan terdapat di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutra, arak dan alat permainan (musik). Kemudian segolongan (dari kaum Muslimin) akan pergi ke tebing bukit yang tinggi. Lalu para penggembala dengan ternak kambingnya mengunjungi golongan tersebut. Lalu mereka didatangi oleh seorang fakir untuk meminta sesuatu. Ketika itu mereka kemudian berkata, ‘Datanglah kepada kami esok hari’. Pada malam hari Allah membinasakan mereka, dan menghempaskan bukit itu ke atas mereka. Sisa mereka yang tidak binasa pada malam tersebut ditukar rupanya menjadi monyet dan babi hingga hari kiamat.” (HR Bukhari).
Sedangkan, para ulama yang memperbolehkan secara terbatas musik dan nyanyian di antaranya adalah Imam Malik, Imam Ja’far, Imam al Ghazali dan Imam Daud azh Zhahiri. Mereka juga berpegang pada dalil surat Luqman ayat 19 dalam Al-Qur’an. “…dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara adalah bunyi keledai.” (QS: Luqman 19).
Imam Ghazali mengambil pengertian ayat ini dari mafhum mukhalafah. Allah SWT memuji suara yang baik. Dengan demikian dibolehkan mendengarkan nyanyian yang baik. (Ihya’ Ulumudddin, juz VI, jilid II, hal. 141). Adapun keterangan dari Hadits Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Majah dan lain-lain dari Rubayyi’ binti Muawwiz Afra.
“Rubayyi’ berkata bahwa Rasulullah saw datang ke rumah pada pesta pernikahannya. Lalu Nabi saw duduk di atas tikar. Tak lama kemudian beberapa orang dari jariah (wanita budak) nya segera memukul rebana sambil memuji-muji (dengan menyenandungkan) orang tuanya yang syahid di medan perang Badar. Tiba-tiba salah seorang dari jariah berkata, ‘Di antara kita ini ada Nabi saw yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi pada esok hari’. Tetapi Rasulullah saw segera bersabda, ‘Tinggalkanlah omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.”
Dari dua pandangan yang berbeda tersebut, salah satu tokoh Islam, Dr Al Baghdadi, memiliki kesimpulan bahwa mendengarakan dan memainkan musik maupun menyanyi adalah boleh (mubah) selama tidak melanggar hukum syar’i dalam Islam.
Hal itu dikarenakan dalam Islam maupun perkataan Rasul dalam hadis tidak ada yang secara jelas mengharamkan musik itu sendiri. Selama musik yang dilantunkan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan Islam, maka hukumya menjadi mubah.
Makna Untaian Lirik “Aisyah Istri Rasulullah”
Banyak pendengar lagu yang dibuat baper dan terenyuh mendengarkan lagu “Aisyah Istri Rasulullah”. Bagaimana tidak, Rasulullah yang terkenal tegas dalam mensyiarkan agama, memiliki hati yang lembut, serta senantiasa mencintai dan berlaku romantis terhadap istrinya.
Lirik lagunya banyak menggambarkan kisah dalam hadist. Salah satunya lirik yang berbunyi “Selalu bersama hingga ujung nyawa, kau di samping Rasulullah“. Disebutkan dalam hadis bahwa Aisyah senantiasa mendampingi hingga Rasulullah Saw wafat.
Aisyah berkata, “Ketika kematian menghampiri Nabi Saw dan kepala beliau berada di atas pangkuanku, beliau jatuh pingsan beberapa saat. Kemudian, beliau sadar dan matanya terbuka menatap ke atap, lalu beliau berkata, ‘Ya Allah, pertemukan diriku dengan kumpulan orang-orang mulia (yaitu para Nabi di surga). “Aisyah juga mengabarkan ia telah mendengar Rasulullah Saw berkata sebelum beliau meninggal sembari bersandar pada dada Aisyah, ‘Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, dan pertemukanlah aku dengan para teman (Nabi yang mulia).” (HR Bukhari dan Muslim).
Lirik lainnya adalah “Sungguh sweet Nabi mencintamu. Bila lelah Nabi baring di jilbabmu”. Seperti dinukilkan dalam buku berjudul “Kemesraan Nabi Bersama Istri” karya Adib al-Kamdani, Rasulullah saw menemani istrinya Aisyah yang sedang haid dengan membaca Al-Qur’an sembari berbaring di pangkuan istrinya. Aisyah RA berkata, “Rasulullah SAW pernah berbaring di pangkuanku sambil membaca Alquran, sementara aku sedang haid.” (HR Muslim).
Di lain sisi, menjadikan lagu ini sebagai bentuk dakwah juga tidak salah. Munculnya lagu “Aisyah Istri Rasulullah” juga membuktikan bahwa musik bisa menjadi media dakwah lewat memperkenalkan bagaimana sikap kecintaan Rasul terhadap istrinya.
Jika memang tidak disyiarkan, kisah-kisah seperti ini perlahan akan menghilang. Selama tidak melecehkan dan tidak bertentangan dengan agama, maka boleh-boleh saja meskipun terbatas. Bukankah hadirnya lagu ini juga bisa meningkatkan kecintaan kita terhadap sosok Rasulullah yang memiliki kelembutan hati dan penyayang?