JURNALPOSMEDIA-COM – Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Bandung (FKPMB) menggelar diskusi daring via live Instagram, bertajuk “Jurnalisme Lingkungan dalam Menghadapi UU Minerba”. Dimoderatori Pemimpin Umum LPM Jurnalposmedia UIN Bandung, Riki Baehaki, diskusi tersebut dihadiri Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Ari Syahril Ramadhan. Kamis, (21/5/2020).
Ditetapkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi Undang-undang (UU) oleh DPR RI, Selasa (12/5/2020), mengundang polemik di masyarakat. Pengesahannya yang tertutup, dirasa tidak melibatkan aspirasi rakyat dan dianggap tergesa-gesa di tengah pandemi Covid-19 yang sedang melanda Indonesia. Pun, UU tersebut dinilai hanya mendukung korporasi dan pengusaha tambang.
AJI bersama koalisi masyarakat, kata Ari, juga menyoroti partisipasi publik dalam penyusunan RUU Minerba yang hampir tidak ada keterbukaan, “Mulai dari pembahasan RUU, pembuatan naskah akademik, penyusunan draf sampai pengesahan tidak melibatkan publik sebagai salah satu pihak terdampak kebijakan tersebut. Seharusnya ada keterlibatan rakyat supaya UU tersebut juga sesuai dengan kebutuhan rakyat,” jelasnya.
Tak hanya itu, Ari menanggapi UU Minerba dari kacamata jurnalisme lingkungan. Menurutnya, jurnalis yang bekerja di media arus utama seringkali menghadapi kesulitan dalam meliput berita terkait lingkungan, “Teman-teman (jurnalis) yang bekerja di media yang bersinggungan dengan korporasi yang melakukan ekploitasi lingkungan, kendalanya cukup sulit bagi mereka untuk membuat reportase terkait isu lingkungan,” katanya.
Pemberitaan Isu Lingkungan
Lebih lanjut, Riki menyinggung framing yang dibuat oleh media dalam memberitakan UU Minerba. Ari menanggapi jika dorongan untuk memberitakan UU tersebut berasal dari media di luar arus utama, hanya ada beberapa media yang kritis tentang isu minerba ini. Sedangkan, dalam pantauan Ari, media yang berafiliasi dengan perusahaan tambang utamanya batu bara, relatif memberitakan secara datar atau netral.
Adapun, Ari menilai pentingnya sebuah perspektif dalam meliput isu lingkungan. Menurutnya, jurnalisme lingkungan erat kaitannya dengan jurnalisme advokasi, dalam artian memiliki pijakan perspektif yang jelas, “Apakah berada di lingkungan dan hak asasi manusia, apakah hak-hak sosial politik, atau hak ekonomi rakyat. Kedua, penting untuk memiliki kemampuan jurnalistik yang lebih,” terangnya.
Hal itu dikarenakan karya-karya jurnalistik yang berkaitan dengan isu lingkungan lebih dari sekadar stright news, yakni depth reporting atau liputan mendalam hingga investigasi. Seperti menelusuri latar belakang lolosnya UU Minerba ini, kata Ari. Ia menilai, seorang jurnalis perlu membekali diri dengan kemampuan liputan, reportase, dan teknik penyajian yang baik. Termasuk kemampuan mengolah data, dan komitmen dari media.
Tim peliput liputan mendalam atau investigasi isu lingkungan harus dalam sepengetahuan redaksi. Selain memantau perkembangan liputan, aspek keselamatan jurnalis juga diperhatikan. Sebelum usulan liputan diterima oleh redaksi, papar Ari, risiko keamanan, metode peliputan, dan kemungkinan upaya hukum yang akan ditempuh pihak-pihak terkait sudah dipertimbangkan terlebih dahulu.
Tanda Tanya Pengesahan UU Minerba
Akun Instagram bernama mulyanadikdik mengajukan pertanyaan mengapa pembahasan UU Minerba dilakukan secara tertutup. Ari pun menjawab adanya kemungkinan tertentu, “Seharusnya yang berhubungan dengan kepentingan rakyat dilakukan secara terbuka. Nah, ini pada tertutup tidak melibatkan rakyat dan publik. Kalau bermain premis, berarti ada permintaan dari korporasi dan pengusaha tambang,” jawabnya.
Ari menilai sah-sah saja bagi banyak pihak untuk menilai UU ini menguntungkan korporasi dan pengusaha tambang, mengingat pembahasannya yang tertutup. Sebaliknya, jika penyusunanya dilakukan secara terbuka dan melibatkan aspirasi rakyat, premis yang diperoleh adalah adanya tekanan dari masyarakat kepada pemerintah sehingga UU Minerba bisa sesuai dengan kebutuhan rakyat.
Selanjutnya, akun bernama mfaqihzalfitrir mempertanyakan sudut pandang jurnalisme terhadap oligarki media. Idealnya, kata Ari, harus membuka ruang media baru yang terbebas dari oligarki. Kedua, gunakan ruang demokrasi untuk melawan oligarki media. Ari pun menyarankan untuk melaporkan media yang yang hanya meng-cover kepentingan korporasinya kepada Dewan Pers.
Ari mengatakan UU Minerba harus ditolak. Menurutnya, dalam sisi jurnalisme, pers mahasiswa bisa melakukan kampanye menolak UU tersebut melalui tulisan di tingkat pembacanya, “Secara konstitusional, UU Minerba ini bisa diuji di Mahkamah Konstitusi (MK). Bisa dicabut atau dihapus sebagian jika tidak sesuai dengan UUD 1945 dan tentunya melibatkan publik. Jadi, UUD 1945 menjadi batu ujinya,” tutupnya.