Tue, 1 April 2025

Kekerasan Terhadap Jurnalis, Masalah Yang Belum Terselesaikan

Reporter: Dinda Aulia Ramadhanty | Redaktur: Suryadi | Dibaca 432 kali

Wed, 5 May 2021
Kekerasan Terhadap Jurnalis
Pemateri Aryo Wisanggeni (kanan atas) dan Febriana Firdaus (kanan bawah) pada webinar yang diselenggarakan Amnesty Indonesia dan AJI Indonesia, Selasa, (4/5/2021).

JURNALPOSMEDIA.COM –  Mengangkat topik “Mau Meliput, Kok Diteror?” webinar yang diselenggarakan Selasa, (4/5/2021) oleh Amnesty Indonesia bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dituju untuk perayaan Hari Kebebasan Pers Sedunia setiap 3 Mei. 

Berangkat dari kasus kekerasan terhadap jurnalis yang kerap kian bertambah dan tidak terselesaikan. Salah satu pembicara, Febriana Firdaus membagikan pengalamannya saat alami kekerasan verbal pada 2016 silam.

“Ketika itu ada sekitar 20 orang bawa foto saya. Dengan dikelilingi para lelaki itu, mereka bilang ‘Saya bisa nangkap kamu’,” ungkapnya. 

Ia menjelaskan, efek dari kekerasan yang tidak menyentuh secara fisik ini pun tetap menaruh trauma baginya bahkan hingga hari ini. “Merasa dipojokkan 1 orang saja susah, apalagi didominasi oleh 20 orang. Mungkin efek tidak sebesar dulu tapi kesedihan terus berasa hingga resign dari pekerjaan saya saat itu,” jelasnya. 

Pembicara lainnya, Aryo Wisanggeni (Jurnalis Jubi) mengungkapkan bahwa permasalahan kekerasan terhadap jurnalis sudah menjadi kasus yang terbengkalai tanpa terselesaikan. 

“Memang bukan berita baik soal kondisi pers di Indonesia tentang wartawan yang terintimidasi jumlahnya mencapai ribuan. Bahkan AJI punya rekapan data kasus ketika jurnalis dalam profesinya atau setelah pemberitaan. Apa yang dialami Febriana tadi menimbulkan trauma panjang, sayangnya juga dialami banyak jurnalis di Indonesia,” ungkapnya.

Jurnalis di Indonesia diharuskan mencari upaya dan penyelesaiannya sendiri agar tidak mengalami trauma. Febriana mengungkapkan bahwa tidak banyak dukungan diperolehnya atas kejadian yang menimpanya. Penugasan didapatkannya untuk tetap memberikan siaran langsung alih-alih mendukung atau memberikan toleransi.

“Aku untuk masuk kerja aja gak sanggup. Makanya penting lembaga seperti AJI, tahu apa yang harus dilakukan, yang tidak hanya memikirkan produktivitas,” tutur Febriana. 

Demi meminimalisir kekerasan terhadap jurnalis, Dewan Pers dan para stakeholder (pemangku kepentingan) alangkah baiknya memiliki standar penanganan kekerasan terhadap jurnalis. “Terlepas dari hasil kinerja, apresiasi sebagai langkah yang baik. Ketiga pemangku kepentingan beserta semua orang di dalam masyarakat perlu menyadari fungsi dari pers itu,” jelas Aryo.

Aryo mengutarakan bahwa pers hadir untuk menjaga perdebatan yang sehat, tempat untuk pertukaran gagasan dan aset berharga untuk masyarakat. Kalau pers sehat dan wartawan merdeka, yang diuntungkan adalah publik untuk menjaga demokrasi. Kalau publik punya media independen, ada peluang untuk melayani publik. 

Diskusi disiarkan melalui Zoom Meeting, Youtube AJI Indonesia dan siaran langsung Instagram @amnestyindonesia.

 

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments