JURNALPOSMEDIA.COM – Tak hanya terkungkung di Bandung, gejolak aksi penolakan UU Cipta Kerja juga merambah ke sejumlah daerah lainnya. Tak terkecuali di ibu kota Indonesia, DKI Jakarta. Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) serta kaum buruh merangsek ke Istana Negara dan Gedung DPR RI untuk menyuarakan aspirasinya.
Saat itu, massa aksi menuntut Presiden RI, Jokowi Dodo untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) pembatalan UU Cipta Kerja. Hal tersebut juga disuarakan secara lantang oleh salah satu mahasiswa Politeknik Negeri Jakarta, Fiar.
“Kita aliansi BEM SI menuntut kepada Presiden Joko Widodo untuk bisa menerbitkan perpu terkait pembatalan UU Cipta Kerja (Omnibuslaw),” tuturnya kepada Jurnalposmedia pada Kamis (8/10/2020). Aksi yang dimulai pukul 10.00 WIB itu merupakan aksi puncak dari gerakan yang dimulai sejak Selasa (6/8/2020) lalu.
Aksi yang berpusat di dua titik vital-Istana Negara dan DPR RI-ini berakhir ricuh. Bentrokan terjadi pukul 13.00 WIB saat aparat polisi menembakan gas air mata dan menyemprotkan air dengan water cannon kepada massa aksi yang terdiri dari aliansi mahasiswa, buruh, dan pelajar Indonesia yang berkumpul di titik Patung Kuda Arjuna Wijaya.
Puluhan halte Trans Jakarta, sejumlah pos polisi, serta fasilitas umum lainnya dirusak hingga dibakar saat kericuhan terjadi. Gesekan antara aparat polisi dan massa aksi pun seolah diiringi membaranya api dan kabut asap yang mengepul di sana sini. Seperti yang diberitakan Kompas.com, pemerintah DKI Jakarta disebutkan mengalami kerugian hingga Rp65 Miliar akibat kerusakan itu.
Menurut keterangan salah satu mahasiswa Unisma, Febrian, aksi pembakaran itu dinilainya memiliki alasan tersendiri, “Pembakaran halte dimaksudkan agar ada respons dari pemerintah guna menyambut massa aksi untuk beraspirasi,” ungkapnya. Kericuhan pun terjadi cukup lama, massa aksi berlarian saat diberondong tembakan gas air mata oleh aparat.
Pada akhirnya, kericuhan mulai mereda saat polisi membubarkan massa aksi menjelang pukul 18.00 WIB. Polisi juga berhasil mengamankan hampir seribu orang yang dianggap sebagai pelaku kerusuhan di tengah aksi demontrasi penolakan UU Cipta Kerja.
Gerakan Mahasiswa dan Buruh di Sukabumi
Ratusan kelompok buruh dan mahasiswa di Kota Sukabumi pun tak ketinggalan untuk beraksi di depan Gedung DPRD Kota Sukabumi, Rabu (7/10/2020) lalu. Aksi itu dimulai pukul 10.00 WIB yang dipantik oleh orasi dari beberapa perwakilan buruh dan mahasiswa. Long march juga dilakukan massa aksi mulai dari Lapang Merdeka menuju Gedung DPRD dan Kantor Balai Kota Sukabumi.
Disahkannya UU Cipta Kerja dinilai massa aksi merugikan para buruh dan kelangsungan hidup anak bangsa. Dalam aksi itu, para buruh berharap poin-poin yang tercantum dalam UU satu ini tidak diterapkan dan tetap mengacu pada UU Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2003. Gurat kekecewaan pun tampak dari raut wajah seorang buruh, Ricky saat dimintai tanggapan mengenai UU Cipta Kerja.
“Kami buruh, kaum marginal, kaum yang tertindas dengan gaji yang seadanya. Yang cukup tutup lubang gali lubang dari bulan ke bulan, tolong lah jangan ditindas lagi dengan UU Cilaka ini,” terang Ricky kepada Jurnalposmedia. Berlanjut di Balai Kota Sukabumi, Walikota Sukabumi, Achmad Fahmi pun akhirnya turun langsung untuk menemui massa aksi.
“Kami pun menyesalkan terbitnya UU tersebut, mari kita sama-sama sampaikan kepada pemerintah pusat atas ketidaksetujuan kita terhadap keberadaan UU tersebut. Mudah-mudahan itu menjadi daya tekan untuk segera mengkaji ulang UU Cipta Kerja. Kami mendukung gerakan mahasiswa tetapi tetap jaga keamanan dan ketertiban,” tutur Fahmi dengan lantang di hadapan para mahasiswa.
Adapun sehari sebelumnya, aliansi BEM di Sukabumi melakukan konsolidasi dan menyepakati akan turun aksi hingga Jumat (9/10/2020) lalu. Mahasiswa ingin UU Cipta Kerja dibatalkan secara konstitusional. Beberapa pasal pun diharap mahasiswa dapat diubah sesuai dengan keinginan masyarakat.
“Yang terpenting bahwa mereka adalah wakil rakyat. Mereka perlu mengingat, perlu mendalami, dan menghayati apa yang menjadi sumpah jabatan mereka sebagai Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Mereka adalah wakil kita (rakyat) dan posisinya harus memperhatikan apa yang menjadi keinginan masyarakat,” tutup Presiden Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Agung Maulana.
Kru Liput: Ahmad Baihaqi, Azizah Fadhilah Adhani, Khoerunnisa Oktaviani, M. Dudan Darmawan, M. Rendhy Wibowo, dan Nadine Fathika Agustine