Fri, 31 October 2025

Gerakan Masyarakat Kabupaten Bandung: Suara Kritis untuk Menuju Perubahan

Reporter: putri maharani kristiana | Redaktur: KHOIRUNNISA FEBRIANI SOFWAN | Dibaca 486 kali

Sun, 7 September 2025
(Sumber foto: Hanvah Septiawan/Kontributor)

JURNALPOSMEDIA.COM – Gerakan Masyarakat Kabupaten Bandung hadir sebagai respons atas keheningan dan minimnya aksi solidaritas terhadap kondisi nasional serta tantangan yang dihadapi di daerah. Aksi ini menegaskan bahwa gerakan ini lahir dari keprihatinan terhadap situasi sosial, ekonomi, dan lingkungan yang memburuk di Kabupaten Bandung, termasuk perlawanan terhadap praktek outsourcing yang merugikan buruh dan isu lingkungan yang semakin kritis.

Dilansir dari akun instagram @gema_kab.bandung Terdapat 17 tuntutan dari Gerakan Masyarakat Kabupaten Bandung, di antaranya ada 3 poin besar, yaitu :

Tuntutan dari Buruh Kabupaten Bandung

Terdapat 6 poin tuntutan, yaitu:

  1. Hapus outsourcing dan tolak upah murah (HOSTUM). Naikkan upah minimum tahun 2026 sebesar 8,5 sampai 10,5 persen.
  2. Hentikan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak dan bentuk satgas PHK Kabupaten Bandung.
  3. Reformasi Pajak Perburuhan: Naikan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp7.500.000,- (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) perbulan, hapus pajak pesangon, hapus pajak Tunjangan Hari Raya (THR), hapus pajak Jaminan Hari Tua (JHT), hapus diskriminasi pajak perempuan menikah.
  4. Desak pemerintah pusat untuk sahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Ketenagakerjaan tanpa Omnibus Law.
  5. Desak pemerintah pusat untuk sahkan RUU Perampasan Aset, berantas korupsi ke tingkat desa.
  6. Wujudkan keselamatan, kesehatan dalam kerja sejati usut tuntas monopoli sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kabupaten Bandung.

Terdapat banyak pabrik dan industri yang beroperasi di Kabupaten Bandung menggunakan jasa yayasan atau outsourcing sebagai bagian dari proses seleksi pekerja baru. Namun, hak-hak pekerja di perusahaan-perusahaan tersebut sering kali tidak terpenuhi. Selain itu, banyak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak tanpa adanya kepastian kontrak kerja yang jelas.

Praktik PHK sepihak yang terjadi selama ini terutama terlihat pada industri di daerah Baleendah. PHK tersebut kerap dilakukan ketika buruh menanyakan hak-hak mereka, seperti upah yang belum dibayarkan. Balasan dari pihak industri justru berupa PHK sepihak. Hal ini menjadi praktik umum yang dilakukan banyak industri di wilayah tersebut.

Adapun, alasan buruh menolak Undang-Undang Omnibus Law dan lebih memilih RUU Ketenagakerjaan secara terpisah adalah karena mereka merasa undang-undang tersebut merugikan. Beberapa hal yang menjadi perhatian antara lain adalah kemudahan outsourcing dan pekerja kontrak, penurunan atau penghilangan upah minimum, kemudahan pemutusan hubungan kerja, pengurangan pesangon, pengaturan jam kerja yang fleksibel, penghilangan jaminan sosial, serta penghilangan sanksi pidana bagi pengusaha yang melanggar ketentuan.

Dampak sistem perpajakan saat ini terhadap buruh, khususnya yang berkaitan dengan pesangon, THR, dan JHT, dirasakan sangat merugikan. Pesangon yang seharusnya diberikan secara penuh sebagai modal awal setelah kehilangan pekerjaan justru dikenakan pajak, sementara sebenarnya negara seharusnya lebih fokus membantu mencari pekerjaan baru bagi mereka yang terkena PHK. Begitu pula dengan THR, meskipun besarnya setara dengan satu kali gaji, hanya diberikan satu kali dalam setahun dan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pada momen Idul Fitri.

Tuntutan Sosial, Ekonomi dan Politik

Terdapat 5 poin tuntutan, di antaranya:

  1. Pemerintah kabupaten wajib menjamin layanan pendidikan, kesehatan, dan air bersih yang setara dan terjangkau untuk seluruh warga, tanpa diskriminasi wilayah atau status sosial.
  2. Menghentikan segala bentuk penggusuran paksa, perampasan tanah, dan alih fungsi lahan pertanian produktif.
  3. Menjamin kebebasan berorganisasi, menyampaikan pendapat, dan berekspresi, serta menghentikan kriminalisasi terhadap pembela lingkungan, petani, dan buruh.
  4. Secara terbuka menyatakan sikap kritis terhadap kebijakan pusat yang bertentangan dengan kepentingan rakyat, seperti Undang-undang (UU) Cipta Kerja, UU Mineral dan Batubara (Minerba), dan UU Ibu Kota Nusantara (IKN).
  5. Wujudkan pendidikan yang demokratis, ilmiah dan berpihak pada rakyat serta wujudkan reforma agraria sejati.

Saat ini Kabupaten Bandung tengah menghadapi tantangan sosial yang cukup kompleks. Tingkat pengangguran yang semakin marak menjadi salah satu masalah utama yang berdampak luas terhadap masyarakat. Kondisi ini diperparah dengan menurunnya indeks partisipasi anak sekolah, yang seharusnya menjadi pondasi penting bagi pembangunan daerah.

Ironisnya, sebagian anak justru terjerumus pada penyalahgunaan obat-obatan terlarang yang mempengaruhi kondisi emosional mereka. Fenomena ini tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga memberikan dampak buruk pada lingkungan sosial dan kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Tak hanya dalam bidang ekonomi, keterlibatan perempuan dalam gerakan masyarakat dan pengambilan keputusan juga masih sangat terbatas. Minimnya pemahaman terkait hak dan kesetaraan gender menjadi salah satu penyebab rendahnya partisipasi mereka. Gerakan masyarakat yang melibatkan perempuan masih dapat dihitung dengan jari, apalagi jika dikaitkan dengan pengambilan keputusan penting, baik di bidang lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Kondisi ini menunjukkan bahwa perempuan belum sepenuhnya diberi ruang untuk berperan aktif dalam menentukan arah pembangunan dan kebijakan publik di tingkat lokal.

Melihat kompleksitas permasalahan tersebut, diperlukan langkah konkret dari berbagai pihak, baik pemerintah daerah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat, maupun komunitas lokal. Edukasi tentang kesetaraan gender, perlindungan hak buruh perempuan, serta peningkatan akses pendidikan dan kesehatan mental bagi generasi muda harus menjadi prioritas utama. Tanpa upaya bersama, Kabupaten Bandung berpotensi menghadapi krisis sosial yang lebih serius di masa mendatang.

Tuntutan Lingkungan Hidup dan Konservasi

Terdapat 6 poin tuntutan, di antaranya:

  1. Menolak dan mencabut izin-izin pertambangan, perkebunan, dan industri ekstraktif yang terbukti merusak lingkungan dan merampas ruang hidup rakyat.
  2. Mendorong audit lingkungan independen dan transparan terhadap seluruh Proyek Strategis Nasional (PSN) dan investasi skala besar yang beroperasi di wilayah kabupaten.
  3. Perkuat perlindungan terhadap kawasan hutan adat, pesisir, dan wilayah kelola rakyat.
  4. Mengembangkan kebijakan berbasis ekologi lokal dan mendorong transisi energi terbarukan yang inklusif dan adil.
  5. Menjamin partisipasi masyarakat lokal, terutama perempuan, petani, nelayan, dan masyarakat adat, dalam seluruh proses pengelolaan sumber daya alam.
  6. Selesaikan permasalahan sampah dan lakukan restorasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum di wilayah Sub DAS Kabupaten Bandung.

Kerusakan lingkungan menjadi salah satu isu terpenting, dengan masalah alih fungsi lahan pertanian yang masif dan izin pembangunan yang tidak mempertimbangkan dampak ekologis. Pembangunan tanpa tata kelola yang baik telah memperparah bencana alam seperti banjir rutin yang makin parah di wilayah hulu DAS Citarum. Izin tambang, proyek wisata besar, dan eksploitasi sumber daya alam seperti panas bumi disebut-sebut berpotensi menimbulkan bahaya besar tanpa perlindungan warga yang memadai.

Gerakan ini menyoroti lemahnya partisipasi masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam, yang seringkali hanya menjadi simbolisme tanpa dampak nyata pada kebijakan. Gerakan ini juga menuntut agar pemerintah Kabupaten Bandung memperhatikan hak-hak buruh dengan memberikan jaminan kesehatan, menghapus outsourcing dan sistem kerja kontrak, serta memberikan tunjangan layak seperti THR dan pesangon tanpa pajak yang memberatkan. Di samping itu, pemerintahan diharapkan menjalankan tata kelola lingkungan yang adil dan berkelanjutan, termasuk izin proyek yang transparan dan mempertimbangkan konservasi.

Jika tuntutan tidak dipenuhi, masyarakat akan terus mengawal dan mengorganisir gerakan advokasi yang lebih terstruktur, termasuk membentuk departemen khusus untuk isu buruh, pendidikan, dan lingkungan. Gerakan ini mengupayakan tekanan kebijakan melalui kajian dan aksi massa demi mencapai perubahan konkret.

Gerakan Masyarakat Kabupaten Bandung berdiri sebagai suara kritis yang menuntut perubahan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang mendesak. Melalui aksi massa dan advokasi, gerakan ini membuka mata masyarakat dan pemerintah tentang isu-isu mendalam yang selama ini luput dari perhatian, menegaskan bahwa perubahan berkeadilan dan keberlanjutan hanya dapat dicapai bersama-sama dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat.

Bagikan :
Subscribe
Notify of
guest
0 Komentar
Terlama
Terbaru Suara Banyak
Inline Feedbacks
View all comments