JURNALPOSMEDIA.COM – Proyek pembangunan “Jurassic Park” di Taman Nasional Komodo menuai polemik. Pasalnya, pembangunan tersebut dinilai bertolak belakang dengan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan konservasi. Berita itu pun mulai memanas usai potret komodo yang menghalangi mobil truk viral di media sosial.
Pembangunan sarana dan prasarana di Loh Buaya, Pulau Rinca, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur lantas membuka akses truk pengangkut pasir dan semen yang diyakini dapat merusak lingkungan serta menimbulkan polusi suara maupun udara. Proses tersebut juga dipastikan tidak akan selesai dalam jangka waktu singkat.
“Membutuhkan waktu yang relatif lama dalam proses pembangunannya dan hal itu sangat mengganggu keseimbangan ekosistem komodo. Seperti yang diketahui, komodo ini adalah satwa yang sangat langka dan pasti akan punah cepat atau lambat,” tutur Ketua Forum Masyarakat Penyelamat Pariwisata (Formapp) Labuan Bajo, Louis Karya kepada Jurnalposmedia melalui saluran telepon, Minggu (8/11/2020).
Bahkan, timbulnya polusi suara dari kebisingan pembangunan itu membuat Louis khawatir kepunahan komodo akan semakin cepat. Penduduk setempat pun diketahui tak tinggal diam. Mereka gencar melakukan penolakan sejak awal Februari 2020. Jauh sebelum viralnya foto komodo yang mengalangi mobil truk beberapa waktu silam.
Penolakan itu disuarakan dengan melayangkan surat kepada DPR RI, Badan Kebudayaan dan Lingkungan PBB, UNESCO, serta UNEP mengenai kekhawatiran akan pembangunan proyek pariwisata di Taman Nasional Komodo. Namun, hingga kini penduduk setempat belum mendapatkan respons yang memuaskan.
“Saya sangat tidak setuju dengan adanya pembangunan Jurassic Park ini. Desain bangunannya juga sangat melenceng dari prinsip konservasi dan tentunya berbahaya bagi keseimbangan lingkungan itu sendiri,” ungkap Peneliti Sunspirit yang juga anggota Formapp, Venan Haryanto di hari yang sama dengan Louis.
Proses konsultasi dengan publik terkait pembangunan itu pun dinilai Venan tidak tepat sasaran dan hanya melibatkan segelintir pihak saja. Seperti warga di Kampung Ranca dan beberapa komponen yang representasinya belum cukup mewakili seluruh komponen di Labuan Bajo. Venan pun berharap konsultasi publik itu dapat dilakukan secara luas.
“Seharusnya pemerintah dalam proses konsultasi publiknya melibatkan berbagai pihak. Seperti organisasi lingkungan, para ahli komodo, perwakilan penduduk sekitar, perwakilan akademisi, peneliti, dan penggiat konservasi. Mengingat Taman Nasional Komodo ini bukanlah aset penduduk Manggarai atau Flores saja, melainkan aset Indonesia bahkan dunia,” terangnya.
Kekhawatiran Akan Kelangsungan Taman Nasional Komodo
Terdapat sejumlah proses perubahan zonasi serta pemberian izin investasi di kawasan konservasi Taman Nasional Komodo. Pertama, mengubah status sebagian kawasan dari zona inti dan zona rimba menjadi zona pemanfaatan. Kemudian, menyerahkan zona pemanfaatan itu kepada sejumlah korporasi untuk dikelola menjadi resort dan fasilitas bisnis lainnya. Serta, merelokasi ruang usaha penduduk setempat ke tempat lain.
“Dengan kata lain, pemerintah ini mengeksklusifkan kelompok-kelompok pemodal dibandingkan dengan penduduk setempat yang memiliki kemampuan finansial terbatas. Tidak sedikit dampak negatif yang kini mulai ditanggung sendiri akibat adanya pandemi Covid-19, sekarang pemodal hadir dibantu aparat negara seolah merampas kepemilikan yang kami punya,” ungkap Louis.
Tanggapan lain datang dari salah satu pecinta reptil, Agus Nurdiansyah pada Sabtu (7/11/2020). Ia mengaku akan mendukung pembangunan tersebut jika ditujukan untuk menghasilkan spesies baru dari komodo. Pun mempercepat reproduksi sehingga populasi komodo bertambah, serta dapat menjadikan lokasi tersebut sebagai tempat edukasi yang baik.
Menilik rekam jejak pengunjung pariwisata Taman Nasional Komodo dari tahun ke tahun hingga 2019, terpantau tidak mengalami penurunan. Justru, salah satu hal yang dikhawatirkan oleh penduduk setempat adalah pengunjung pariwisata dapat turun drastis akibat adanya pembangunan Jurassic Park ini.
“Sangat disayangkan jika aspek nilai jual destinasi Pulau Rinca mengalami penurunan dan hancur. Nanti orang-orang menjadi malas berkunjung ke sana karena sensasi dan pengalaman yang didapatkannya berbeda,” kata Venan. Pernyataannya itu pun diperkuat oleh Louis.
“Seharusnya (Taman Nasional Komodo) tidak perlu diotak-atik. Biarkan Taman Nasional Komodo eksotis dengan sendirinya. Dapat dilihat dari rekam jejak pengunjung berarti tidak masalah dengan segala hal yang ada di taman ini karena memang itu yang pengunjung cari,” tegasnya.
Louis mapun Venan satu suara bahwa kepunahan komodo akan semakin cepat akibat kebisingan dan aktivitas gusur-menggusur lahan dalam pembangunan tersebut. Keduanya berharap pemerintah dapat mengkaji ulang keputusannya atau bahkan menghentikan seluruh proses pembangunan yang sedang berlangsung atau yang masih direncanakan.