JURNALPOSMEDIA.COM – Sejumlah aliansi Mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Menentang IMF-World Bank melakukan aksi di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Citarum, Bandung Wetan, Kota Bandung, Minggu, (14/10/2018). Aksi ini dilakukan sebagai penolakan terhadap tindakan pemerintah yang melakukan pertemuan di Bali dengan tujuan melakukan kesepakatan dan kerjasama hutang dengan IMF-World Bank.
Aliansi Mahasiswa yang tergabung merupakan dari Aliansi Gerakan Perfoma Agraria (AGRA) Jawa Barat, Front Mahasiswa Nasional (FMN) Bandung Raya, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Bandung, Pemuda Baru Indonesia (PEMBARU) Jawa Barat dan Serikat Perempuan Indonesia (SERUNI) Jawa Barat.
Annual Meeting (AM) IMF-WB merupakan pertemuan tahunan yang diselenggarakan oleh Dewan Gubernur IMF dan World Bank. Pertemuan ini merupakan terbesar dunia dalam bidang ekonomi dan keuangan, yang menghadirkan Gubernur Bank Sentral dan Mentri Keuangan dari 189 negara anggota serta sektor privat, akademisi, NGO dan media.
Pertemuan tersebut mendiskusikan perkembangan ekonomi dan keuangan global serta isu-isu terkini, antara lain, pengurangan kemiskinan, pembangunan ekonomi internasional dan isu-isu global lainnya.
IMF-World Bank terlahir dari situasi krisis besar pada era 1930-an yang diakibatkan problem oleh sistem kapitalisme monopoli sendiri. Di bawah kontrol IMF, Indonesia selama puluhan tahun sejak rezim Soeharto sampai sekarang tidak mengalami negeri agraris terbelakang dan pra-industri.
Salah satu peserta aksi, Gina Tartila mengatakan, “Intervensi IMF dan Bank dunia sejak 1997 terus mengintervensi Indonesia untuk terus tunduk dalam skema mereka, contohnya UU no 25 tahun 2007 tentang penanaman modal, lalu selanjutnya ditetakan kebijakan yang lain seperti ketenaga kerjaan, liberalisasi keuangan, sektor pendidikan juga, dan yang lainnya. Tak lain kebijakan ini bertujuan untuk mempercepat keuntungan melalui perampokan dan penghisapan agar dapat mengatasi krisis imperialis (kapitalis monopoli) tersebut” jelasnya.
Di bawah kuasa Soeharto, Indonesia membuka diri lagi bagi bantuan IMF pada tahun 1967 dengan utang yang diterima sebesar US$ 51 juta. Pinjaman terbaru dari rezim Joko Widodo (Jokowi) terhadap World Bank adalah pada bulan Juni 2018 sebesar US$ 200 Juta untuk program reforma agraria.
Selain Gina, Mochamad Fazhri juga berpendapat, “IMF yang melakukan Annual Meeting di Bali merupakan suatu bentuk setengah jajahan dan setengah feodal, karena dalam hal ini IMF-WB telah melakukan suatu perjanjian dan melakukan suatu kebijakan yang merugikan indonesia yang dimana disini merugikan rakyat indonesia khususnya buruh tani. Mereka dirampas dan dimonopoli atas hak tanahnya oleh kepentingan si tuan tanah tersebut” Jelasnya.
Menurutnya pertemuan ini berdampak pada sektor pendidikan, “Apalagi ini berdampak kepada sektor pendidikan pula yang berimbas kepada Dana UKT pertiap tahunnya yang didasari dari UU PT no 12 tahun 2012 yang dimana produk hukum ini merupakan hasil yang diciptakan oleh IMF-WB yang dimana sektor pendidikan ini sudah menjadi barang dagang sehingga nampak jelas. Apa yang terjadi ini sangat tidak pro terhadap rakyat khususnya buruh tani yang ingin menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi,” Pungkasnya.
Dengan demikian Fazri berkesimpulan, dengan adanya Annual Meeting IMF-WB di Bali bukan merupakan suatu solusi yang dapat memecahkan permasalahan di negeri ini,karena semua kebijakan mereka tidak berpihak kepada rakyat indonesia khususnya buruh tani tetapi berpihak kepada para kapitalis birokrat menurutnya.
Atas isu yang tengah terjadi ini, Gina berpesan, “Maka dari itu fase setengah jajahan yang kita alami di indonesia ini harus terus kita kampanyekan dan terus galang kekuatan rakyat untuk melawan intervensi imperialis yang terus menghisap, karena mereka adalah macan kertas,” Tutupnya.