JURNALPOSMEDIA.COM – Di tengah kelam malam yang mulai merayap di Komplek Permata Biru, Cinunuk, sebuah aroma gurih menyeruak, menjadi penanda kehidupan bagi para pencari pengganjal perut. Aroma itu berasal dari sebuah gerobak sederhana di tikungan utama, tempat Alif dan istrinya dengan setia mengadu nasib, menyajikan sepiring kehangatan yang oleh para pelanggannya dijuluki “nasi goreng legend“.
Dengan harga yang dibanderol mulai dari Rp12.000, gerobak yang mulai beroperasi dari pukul 17.00 atau 18.00 sore hingga larut malam sekitar pukul 02.00 pagi ini tak pernah kehilangan pesonanya.
Udara dingin yang menusuk tulang tak menyurutkan semangat Alif. Dengan cekatan, tangannya menari di atas wajan panas, menciptakan irama khas dari spatula yang beradu dengan besi. Selama kurang lebih satu dekade terakhir, pemandangan ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut nadi kehidupan malam di kawasan Permata Biru.
Kisah gerobak nasi goreng ini bukanlah perjalanan yang instan. Sebelum dikenal sebagai salah satu ikon kuliner malam di wilayahnya, Alif menjalani hidup sebagai pekerja serabutan.
“Awalnya kerja serabutan. Tapi setelah itu memutuskan untuk jualan sendiri agar mencoba peruntungan,” kenangnya saat diwawancarai Jurnalposmedia di sela-sela melayani pembeli pada Minggu (14/09/2025).
Keputusan untuk banting setir menjadi wirausaha kuliner membawanya pada serangkaian tantangan. Meracik resep yang pas adalah perjuangan pertama.
“Kalau awal-awal itu kita masih coba-coba resep, tanya-tanya sama yang sudah sering buat, dan masih percobaan gitu lah,” tuturnya.
Tantangan tidak berhenti di dapur. Menghadapi beragam karakter pembeli, mulai dari yang sekadar komplen, meminta tambahan aneh, hingga menawar harga menjadi ujian kesabaran tersendiri. Pukulan terberat datang saat pandemi COVID-19 melanda.
“Di zaman Covid juga apalagi, pembeli turun drastis. Tapi saya tidak boleh menyerah, demi keluarga harus terus berjuang,” ungkapnya dengan sorot mata yang tegar.
Namun, semua perjuangan itu terbayar lunas. Keikhlasan dan kerja kerasnya berhasil melahirkan cita rasa yang melegenda. Ketika ditanya apa rahasia di balik rasa nasi gorengnya yang membuat pelanggan ketagihan, Alif tersenyum simpul.
“Resepnya spesial dari warisan keluarga, dan teknik masaknya juga tidak bisa sembarangan,” ujarnya.
Benar saja, setiap porsi yang disajikan adalah mahakarya sederhana. Wangi tumisan bumbu yang pedas dan gurih menyebar, memanggil siapa saja yang melintas. Visualnya yang berwarna keemasan dengan aneka topping yang bisa dipesan sesuai selera, membuatnya begitu menggoda. Menu andalannya, nasi goreng dan kwetiau, menjadi primadona yang paling dicari.
Status “legend” yang disematkan padanya, menurut Alif murni datang dari para pelanggan setia.
“Kalau soal legend itu istilah dari pelanggan saja sih, a, sebenarnya,” katanya merendah, sambil tetap ramah melayani setiap pesanan yang datang.
Salah seorang pelanggan setianya adalah Billian. Baginya, gerobak Pak Alif bukan sekadar tempat membeli makan.
“Harganya murah, rasanya juga nagih banget makanya bikin balik terus. Apalagi kalau malam biasanya penjual lain sudah sepi, tapi beliau masih jualan. Jadi solusi banget buat yang lapar malam-malam,” ujar Billian saat diwawancarai Jurnalposmedia.
Senada dengan Billian, Rendi, seorang mahasiswa UPI, mengakui bahwa nasi goreng Pak Alif adalah penyelamat bagi kantong dan perutnya.
“Nasgor di sini rasanya khas banget, enak, gurih, nagih, murah juga. Cocok banget buat mahasiswa kayak saya,” katanya saat diwawancarai.















