JURNALPOSMEDIA.COM – Dunia pendidikan merupakan salah satu sektor yang terdampak dari adanya wabah virus Corona. Seiring dengan bertambahnya jumlah positif yang terus merangkak naik, secara serentak sekolah dan kampus pun ikut ditutup.
Sehubungan dengan itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 Tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) pada 24 Maret 2020 lalu.
Seiring dengan adanya surat edaran tersebut, kegiatan belajar mengajar pun dirumahkan. Perubahan pun terjadi, seperti pembelajaran melalui daring atau jarak jauh, pengayaan ujian sekolah yang dilakukan dalam bentuk portofolio nilai rapor dan prestasi yang diperoleh sebelumnya.
Lalu peniadaan Ujian Nasional (UN), penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang dilaksanakan dengan mengikuti protokol kesehatan, bimbingan daring, seminar daring dan berbagai kegiatan pembelajaran lainnya yang dilaksanakan #dirumahaja.
Dengan kondisi seperti sekarang (pandemi), peserta didik, baik siswa maupun mahasiswa secara drastis harus mengganti metode pembelajaran yang asalnya hanya menggandalkan tatap muka saja, menjadi serba daring. Tenaga pendidik pun “dipaksa” untuk mencari berbagai inovasi guna menciptakan pembelajaran yang efektif, mesti dilakukan melalui pembelajaran jarak jauh.
Selain itu, orang tua di rumah pun diharuskan memahami penggunaan media digital agar bisa membimbing anaknya dalam proses pembelajaran di rumah. Perubahan secara “mengagetkan” tersebut dalam pelaksanaanya tentu mengalami berbagai permasalahan (trial and eror).
Sebut saja misalnya masyarakat Indonesia (termasuk pendidik, peserta didik dan orang tua) yang masih gagap teknologi. Juga akses gawai dan koneksi internet yang belum merata. Kemudian penyampaian materi ajar yang tidak efektif, suasana pembelajaran yang terasa sangat berbeda, dan permasalahan lainnya yang dinilai menjadi hambatan bagi berlangsungnya dunia pendidikan pada masa pandemi ini.
Berbicara tentang pembelajaran secara daring, terdapat sebuah teori yang disebut dengan teori Connectivism. Seorang guru besar dari Athabasca University di Kanada, yang juga sebagai pelopor pengembangan pedagogi dengan memanfaatkan teknologi, yakni Prof. George Siemens. Ia menjelaskan bahwa Connectivism merupakan sebuah teori pendidikan yang memasukkan teknologi dan konektivitas sebagai bagian dari kegiatan belajar yang penting.
Dilansir dari kemdikbud.go.id, Siemens (2005) menyatakan bahwa Connectivism dikembangkan sebagai respons terhadap tren dan kebutuhan abad ke-21, seiring dengan kemajuan teknologi dan makin pentingnya peran jaringan (network) yang terjadi akibat perkembangan teknologi.
Dalam konsep Connectivism, peran tenaga pendidik tidak hanya sebagai penyedia dan pendistribusi pengetahuan saja. Melainkan lebih dari itu, tenaga pendidik memiliki peran yang lebih besar.
Yaitu sebagai master artist (mengarahkan setiap peserta didik untuk mencari bahan-bahan referensi mereka sendiri), kurator (mengumpulkan, memilah dan memilih sumber-sumber belajar yang dipandang akan berguna dan melengkapi pengetahuan peserta belajar, terkhusus sumber dalam bentuk digital).
Lalu sebagai administrator jaringan (desainer dan pengelola jejaring yang akan menfasilitasi peserta belajar untuk mengalami pengalaman belajar yang maksimal) dan concierge (peran sebagai “help desk” untuk peserta didik apabila mengalami kesulitan, “tidak tahu arah” atau “tersesat” dalam proses belajar melalui teknologi (Siemens, 2008).
Menurut hemat penulis, dengan adanya teori tersebut menegaskan bahwa perkembangan teknologi di era sekarang mesti dimanfaatkan oleh berbagai sektor, termasuk dunia pendidikan. Kehadiran teknologi merupakan bagian terpenting dan harus ada dalam proses belajar-menagajar, dikarenakan menjadi media yang dibutuhkan di abad ke-21 ini.
Terlebih, hadirnya teknologi dalam dunia pendidikan bisa mengoptimalkan dan mengeksplor potensi peserta didik (siswa dan mahasiswa) sesuai dengan zamannya. Kehadiran teknologi saat ini bukanlah menjadi boomerang untuk mematikan profesi guru, dosen atau tenaga pendidik lainnya. Justru, teknologi bisa menjadi media pendukung dalam menciptakan generasi bangsa yang melek digital.
Berkat adanya pandemi, maka pembelajaran secara daring menjadi momentum bagi dunia pendidikan untuk memulai mengoptimalkan kehadiran teknologi di Era Revolusi Industri 4.0. Pasalnya pada masa sekarang mau tidak mau baik pendidik, peserta didik, maupun orang tua diharuskan untuk menggunakan berbagai platform digital. Tujuannya untuk menunjang pembelajaran agar dunia pendidikan Indonesia tetap bisa berjalan.
Digitalisasi pendidikan “dadakan” ini tentu masih belum dapat diterima oleh semua masyarakat di dunia pendidikan. Namun terlepas dari segala kekurangan dan kekacauan yang terjadi, kita (pendidik, peserta didik dan orang tua) mesti menyadari betul bahwa perubahan ini akan membawa dampak baik bagi dunia pendidikan.
Terlebih jika kita bisa memanfaatkan kondisi sekarang sebagai ajang atau momentum terbaik untuk bertransformasi secara cepat guna bisa menjawab tantangan zaman. Terkhusus tantangan dunia pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0.
Sudah sepatutnya kita harus terus menggali potensi (baik potensi dalam diri ataupun negeri) agar dunia pendidikan tetap berlangsung dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Sehingga akan menjadi sebuah optimisme bahwa bangsa kita, bangsa Indonesia akan melahirkan generasi yang serba bisa. Generasi yang siap melahirkan pembelajar unggul dan siap berkontribusi bagi bangsa dan negara.
Penulis merupakan mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Jurnalistik angkatan 2016