JURNALPOSMEDIA.COM – Di tengah hiruk pikuk Perumahan Villa Balaraja, Kabupaten Tangerang, tepat di depan sebuah Indomaret yang tak pernah sepi, hadir gerobak sederhana menjadi saksi bisu perjalanan waktu. Dari gerobak inilah, aroma khas bumbu kacang yang diulek menyebar, mengundang siapa saja untuk mencicipi racikan ketoprak legendaris milik Asep.
Perjalanan Asep, sang empunya gerobak, dimulai pada tahun 2003. Berbekal resep keluarga dan racikan untuk mencoba peruntungan, ia mulai menjajakan ketopraknya. Kala itu, ia masih berkeliling dari satu blok ke blok lain di perumahan yang belum seramai sekarang.
“Dulu di sini masih sepi, belum seramai sekarang. Jadi wajah-wajah pelanggan itu gampang sekali hafalnya. Beda sama sekarang,” saat diwawancarai pada Jumat, (27/6/2025).
Sejak tahun 2010, ia memutuskan untuk menetap di satu titik strategis yang kini menjadi lokasinya yang sekarang. Kunci dari cita rasa yang tak lekang oleh waktu itu, menurut Asep, terletak pada bumbu kacang yang dijaga ketat keaslian resep keluarganya serta komitmennya menggunakan bahan baku segar.
Meskipun telah melegenda, harga seporsi ketoprak Asep tetap terjangkau. Jika dulu ia memulai dengan harga Rp7.000, kini seporsi kenikmatan itu hanya dibanderol Rp12.000. Dari harga yang bersahabat itu, Mang Asep mampu mengantongi omzet harian rata-rata Rp300.000 hingga Rp400.000. Bahkan, pada akhir pekan, pendapatannya bisa menyentuh angka Rp500.000.
“Yang bikin beda itu bumbu kacangnya, ini resep keluarga. Kalau bahan lain seperti tahu dan tauge, saya selalu ambil yang baru setiap hari dari Pasar Sentiong supaya kualitasnya terjaga,” ungkapnya.
Namun, perjalanan lebih dari dua dekade ini bukannya tanpa tantangan. Asep mengakui bahwa masa pandemi adalah pukulan terberat bagi usahanya. Kenaikan harga bahan baku yang drastis bersamaan dengan menurunnya daya beli masyarakat sempat membuatnya goyah.
“Waktu pandemi itu pukulan paling berat. Harga bahan baku naik, yang beli jadi jarang. Bertahan ya pakai uang tabungan sambil terus keliling, nggak boleh menyerah,” tuturnya.
Kini, Asep tidak lagi sendirian mendorong gerobaknya. Selama hampir dua tahun terakhir, sang istri setia menemani. Keduanya bahu-membahu melayani pembeli, sebuah pemandangan yang menambah kehangatan di tengah kesibukan mereka.
“Sekarang ada istri yang menemani, jadi senang, nggak kesepian lagi nungguin pembeli. Istri juga jadi nggak bosan di rumah, kita kerja sama-sama,” ujarnya sambil tersenyum.
Ketika ditanya mengenai harapannya ke depan, jawaban Asep sederhana namun penuh makna. Baginya, gerobak ini bukan lagi sekadar alat mencari nafkah, melainkan sebuah warisan kebanggaan.
“Saya ingin terus seperti ini saja, berjualan dan menjadi icon kuliner unik di perumahan ini,” pungkasnya dengan nada bangga.
Lebih dari sekadar sepiring ketoprak, gerobak Asep telah menjadi penanda kenangan dan bukti bahwa resep tulus yang dijaga konsistensinya akan selalu menemukan jalan di hati para pelanggannya.
Kelezatan dan konsistensi rasa inilah yang membuat pelanggan seperti Syifa tak pernah berpaling. Selama tiga hingga empat tahun terakhir, ia rutin membeli ketoprak racikan Asep.
“Rasanya itu pas banget, gurih sama pedasnya nggak berantem di mulut. Porsinya juga banyak, jadi puas. Makanya sudah langganan lama di sini,” ungkap Syifa, salah seorang pelanggan setia.
Gerobak sederhana di depan Indomaret itu kini lebih dari sekadar tempat mencari nafkah. Lebih dari sekadar sepiring ketoprak, gerobak Mang Asep telah menjadi penanda kenangan dan bukti bahwa resep tulus yang dijaga konsistensinya akan selalu menemukan jalan di hati para pelanggannya.
















