JURNALPOSMEDIA.COM–Siapa yang tak tahu dan tak memainkan mobile legends? Hampir rata-rata di sekeliling kita pasti memainkannya. Wajar, game tersebut tengah menjadi trend saat ini, dan entah sampai kapan. Salah satu game andalan yang begitu populer dan digandrungi oleh berbagai kalangan. Game yang berasal dari China ini sangat populer di Asia. Game ini sangat mudah dimainkan dan dianggap sebagai Dota 2 versi mobile. Dengan game, manusia bisa menjadi lupa, idiot dan mungkin sedikit tidak waras. Kurang lebih hiperbolanya seperti itu.
Pada dasarnya, game merupakan sebuah aplikasi yang bertujuan untuk mengurangi tingkat stress akibat kegiatan manusia itu sendiri. Terlebih kalangan pria, bermain game menjadi salah satu hobi dan penghilang penat. Berbicara game, tentu sangat ditunjang dengan kenyamanan dan kualitas smartphone yang digunakan. Namun realitanya, mirisnya tujuan mulia dari pembuatan game tersebut tak semua berujung positif. Alih-alih malah membuat beban pikiran manusia bertambah.
Mengapa demikian? Banyak individu dari berbagai kalangan yang memainkan game online maupun offline, salah satunya yakni game online mobile legends yang sedang merebak di kalangan masyarakat. Sehingga mereka menjadi candu dan berujung menjadi pecandu. Ya, pecandu game. Dengan game, orang rela mengeluarkan berapapun pundi-pundi rupiahnya. Seperti hanya sekedar untuk membeli diamond atau hero yang mereka inginkan. Namun, game juga bisa menjadi ladang pundi-pundi, bukan hanya sekedar mengeluarkannya, itupun jika dia pandai memainkan strategi. Alih-alih dikatakan menjadi bisnis. Itulah trik lain dari hanya sekedar melepas penat. Esensinya akan berbeda.
Begitupun yang dirasakan oleh mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi Jurnalistik semester 6 Rindy Gita Dewanti, yang bisa dikatakan gamers sejati. Dirinya termasuk salah satu pemain aktif game online ataupun offline. Begitupun dengan game MOBA (Multiplayer Battle Arena). Dia mengatakan bahwa bermain game menjadi kegiatan yang menyenangkan. Menurutnya, bermain game dapat menghilangkan rasa suntuknya, mendapat kawan baru dari luar kota, luar pulau, bahkan luar negeri. Mendapat teman melalui game, juga dapat membantunya ketika sewaktu-waktu berlibur ke daerahnya.
Tak jarang, kegiatan yang menjadi candu membuat rasa cemburu. Mungkin seseorang yang memiliki teman spesial dan aktiif dalam urusan game harus banyak-banyak mengelus dada, karena harus bersiap “diduakan” dengan game mobile tersebut. Game dapat mengalihkan sebagian bahkan keseluruhan fokus, tidak dapat diganggu, seolah-olah separuh organ tubuhnya teralihkan pada game itu. Fenomena saat ini, anak kecil yang belum pantas terpengaruhi game, kini sudah merajalela ketagihan. Sehingga dapat merusak kepribadian dan mental mereka.
Selain Rindy, mahasiswa semester akhir jurusan Psikologi Adi, mengungkapkan menurut teori psikologi, pendidikan yang baik bagi anak-anak dapat dengan mengenalkan hewan-hewan yang real atau game nyata yang bisa diraba langsung oleh mereka, atau dengan memainkan permainan terdahulu yang sekarang sudah jarang dimainkan. Yang menjadi tolak ukur adalah ketika anak lebih sering bermain game offline maupun online, ada beberapa penyakit yang akan timbul, seperti unsur-unsur apatis serta perasaan mudah cemas yang menganggu pertumbuhan anak itu sendiri. Namun, jika melihat dari segi positifnya, game memang bisa menghilangkan stress dan depresi. Tapi untuk tingkatan anak-anak sebenarnya stress yang dihadapi tidak sama dengan ukuran stress orang dewasa. Maka saran lebih baik jika anak sudah terkihat stress atau jenuh, cobalah untuk mengajaknya melakukan hal-hal mengasyikkan secara nyata.
Sebenarnya tidak hanya game mobile legends yang dapat mempengaruhi psikologi maupun mental anak. Inilah bahayanya game, karakter yang sudah dibangun orang tua roboh sekejap hanya karena sebuah permainan dalam ukuran genggaman. Hal inilah yang harus diperhatikan dari proses perkembangan manusia itu sendiri. Apa yang kurang dari proses perkembangan anak tersebut sehingga ia kecanduan main game. Perubahan sikap dan mental anak bisa dilihat dari lingkungan keluarga, teman, sekolah atau saat mereka bermain.
Kembali menurut Rindy, ia mengungkapkan sisi negatif bermain mobile legends. Ketika ia kalah atau turun ranked (pangkat), mendapat tim noob (payah) dan jaringan lag, tak jarang ia merasa frustasi. Kadang, ada beberapa orang yang mengklaim jika gamers di kehidupan nyata adalah orang autis, pendiam, tertutup, bahkan tak punya teman. Nyatanya, tak semua gamers bersifat demikian.
Memang tidak seratus persen disalahkan bahwa game mambawa dampak negatif. Di sisi negatif selalu ada positif yang menyeimbangi. Namun, keseimbangan suatu indikator tergantung pada siapa yang menggunakannya. Esensi dari setiap yang dilakukan manusia baik itu bermain game atau apapun tidaklah sama dengan ekspetasi kita sebagai manusia yang tidak mencobanya. Itulah kenapa dikatakan bahwa cobalah untuk dapat mengerti dan menghargai. Baik burukunya game yang kita mainkan, hanya masalah kontrol di bawah sadar