JURNALPOSMEDIA.COM–Didasari atas keresahan sekelompok mahasiswa tentang kegiatan di kampus UIN Bandung yang monoton, menjadi latar belakang terbentuknya komunitas bernama Rumah Diskusi. Komunitas yang mencoba produktif di luar aktivitas belajar mengajar dengan mengkritisi kebijakan-kebijakan kampus ini dibentuk berlandaskan gerak literasi, diskusi, dan aksi.
Jurnalposmedia lantas mengajak salah seorang anggota Rumah Diskusi, Bagus Fuji Panuntun, untuk bertukar bincang soal komunitas yang namanya pernah mencuat di sebagian kalangan mahasiswa UIN Bandung. Rumah Diskusi bukan suatu komunitas formal yang di dalamnya terdapat struktur organisasi serta terikat aturan-aturan baku. Komunitas ini bersifat fleksibel dan dengan tangan terbuka menerima siapapun yang hendak bergabung.
Melapak buku bacaan, diskusi, aksi, dan baca bareng menjadi sejumlah kegiatan Rumah Diskusi yang kebanyakan dilakukan di area kampus. Aksi sendiri, bukan sekadar berdemonstrasi tanpa isi, namun tergantung situasi kondisi yang tengah terjadi.
“Melapak buku biasanya dari Senin sampai Jumat, itupun kalau tidak hujan. Juga ada kegiatan baca bareng dan diskusi bersama Rumah Diskusi, sesekali juga gelar aksi jika dinilai perlu dan tergantung kondisi,” ujar lelaki berambut gondrong yang diketahui duduk di semester 7 jurusan Sejarah Peradaban Islam saat dijumpai di depan Aula Anwar Musaddad, Kamis (15/11/2018) petang.
Rumah Diskusi bukan semata-mata hanya sebuah komunitas yang mengedepankan diskusi dan literasi, ia juga memiliki buletin bulanan bertajuk Loper Koran dan situs web dunialiterasi.co.id. Loper Koran berupa riset sederhana seputar UIN Bandung, sedangkan situs web yang dimiliki guna mewadahi aspirasi-aspirasi para anggotanya.
“Loper Koran berisi tentang riset kecil-kecilan kami tentang UIN Bandung. Juga situs web untuk mencurahkan akal pikiran anggota yang nakal tapi berakal,” tambahnya.
Pentingnya literasi dan minat baca menjadi urgensi bagi mahasiswa mengingat saat ini kedua hal tersebut tidak menjamin wacana yang tajam. Bagus mencontohkan, Singapura dapat dikatakan memiliki minat baca tinggi, namun belum tentu Negeri Singa ini memiliki wacana mendalam terkait khazanah keilmuan. Yang tercipta justru orang-orang disiplin dan penurut.
“Sebenarnya, harapan kita adalah mahasiswa tidak menjadi orang-orang yang begitu saja menurut pada dogma atau apapun itu, tetapi kesadaran jika ada sesuatu yang tidak benar dan harus dikritik,” tutup Bagus bersamaan dengan langit yang mulai gelap.