JURNALPOSMEDIA.COM – Wacana Indonesia bubar 2030 kembali mencuat setelah ASEAN+3 Macroeconomic Research Office (AMRO) menyoroti ketimpangan sosial dan beban utang negara sebagai risiko serius terhadap stabilitas kawasan, termasuk Indonesia.
Dilansir dari laporan tahunan AMRO 2025, Indonesia menghadapi tantangan besar berupa konsentrasi kekayaan dan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Ketimpangan ini dinilai dapat memicu ketegangan sosial dan memperlemah kohesi nasional jika tidak ditangani secara serius.
Sebagaimana dikutip dari Republika, Laporan Oxford Committee for Famine Relief (Oxfam) Indonesia menyebut bahwa empat orang terkaya di Indonesia memiliki kekayaan lebih besar dari gabungan 100 juta warga termiskin. Ketimpangan ekstrem ini dianggap menjadi penghambat utama dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan adil.
Menurut data dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Kementerian Keuangan, utang pemerintah per Mei 2025 mencapai Rp8.319,2 triliun atau 38,64 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Kenaikan utang ini memicu kekhawatiran akan ruang fiskal negara yang kian terbatas.
Struktur utang juga menjadi sorotan, terutama karena sebagian besar belum sepenuhnya dialokasikan untuk sektor produktif. Efektivitas penggunaan anggaran dinilai krusial agar utang yang terus meningkat tidak berubah menjadi beban berkepanjangan.
AMRO mendorong kebijakan yang lebih berpihak pada kelompok rentan, seperti redistribusi aset, reformasi perpajakan progresif, dan penguatan layanan publik. Langkah-langkah tersebut dianggap penting untuk menjaga kestabilan sosial jangka panjang dan menghindari ketegangan yang dapat mengancam keutuhan bangsa.
Jika tidak segera diantisipasi, ketimpangan ekonomi dan tekanan fiskal yang terus meningkat dapat memperlemah fondasi kebangsaan. Isu Indonesia bubar 2030 bukan sekadar wacana spekulatif, melainkan cerminan dari tantangan nyata yang mengancam persatuan nasional jika dibiarkan tanpa solusi konkret.