JURNALPOSMEDIA.COM – Di tengah hiruk pikuk Cibiru, seorang mahasiswi bernama Malika Nasya sibuk mengejar mimpinya. Di usia muda, ia memilih jalan yang tidak biasa, kuliah sambil bekerja. Pilihan ini bukan tanpa alasan, melainkan buah dari keberanian, tekad, dan semangat untuk mandiri.
Sebagai anak pertama dari keluarga sederhana di Sukabumi, Malika menyadari betul tanggung jawabnya. Bagi gadis asal Cibadak ini, kuliah bukan hanya sekadar pendidikan, tetapi juga impian yang harus diwujudkan meskipun ada keterbatasan ekonomi.
“Aku anak pertama dari 4 bersaudara, dari keluarga sederhana di daerah Sukabumi, tepatnya di Cibadak. Adik aku juga masih kecil dan aku menjadi anak pertama yang bisa kuliah dikeluargaku,” ujar Malika dengan bangga, saat diwawancarai Jurnalposmedia pada Selasa (17/12/2024).
Faktor ekonomi menjadi alasan utama mengapa ia memilih untuk berkuliah sambil bekerja. Baginya, bekerja bukan sekadar mencari penghasilan, juga untuk menabung dan mempersiapkan masa depan. Malika juga melihat sisi lain dari bekerja, kesempatan untuk memperluas relasi di luar kampus.
“Karena itu aku pengin kebutuhan-kebutuhan aku tercukupi tanpa harus merepotkan orang tua, dan sekalian nabung juga untuk keperluan mendadak di masa yang akan datang. Selain karena faktor ekonomi, aku juga ingin mempunyai relasi yang berada diluar kampus.” katanya.
Namun, perjalanan ini bukan tanpa hambatan. Tantangan terbesar bagi Malika adalah membagi waktu antara pekerjaan dan kuliah. Baginya, waktu adalah kunci utama, dan konsekuensi dari pilihan ini adalah harus rela mengorbankan salah satunya.
“Dari awal bahkan sampai sekarang, tantangan terbesarnya yaitu ketika aku masih belum selesai dengan tugasku dipekerjaan, tapi aku memiliki jadwal kuliah, bentrok. Itu kadang aku kesusahan, gimana ya caranya biar nggak ngorbanin salah satunya, tapi itu belum bisa, tetep harus dikorbankan salah satu,” akunya jujur.
Menariknya, meskipun bisnis kuliner tidak berhubungan langsung dengan Jurusan Jurnalistik yang ia tekuni, ada satu keterampilan yang nyatanya saling berkaitan.
“Mengenai hubungan dengan perkuliahan itu tidak ada, karena aku di Jurusan Jurnalistik dan berbisnis dibidang kuliner. Tapi sepertinya ada satu hubungannya juga waktu aku jualan, itu ‘kan harus mengasah skill komunikasi, nah otomatis ada hubungannya juga sama jurusan yang aku ambil. Bukan ketika produksinya tapi ketika aku sedang jualannya atau pemasaran produknya,” tambahnya.
Untuk bisa tetap seimbang, Malika membuat jadwal harian yang ketat. Baginya, tanpa perencanaan yang matang, kuliah, pekerjaan, dan kehidupan pribadi bisa saling tumpang tindih.
“Aku bikin skala prioritas, dari jam 7 sampai selesai ngapain saja. Kalau nggak bikin jadwal, pasti berantakan, karena nggak akan kepegang. Jadi aku memutuskan untuk bikin jadwal harian untuk mengatur antara kuliah, pekerjaan dan kehidupan pribadi,” ungkapnya.
Dukungan keluarga menjadi salah satu kunci kekuatan Malika. Meski berada jauh di Sukabumi, keluarganya selalu memberi dukungan emosional dan sesekali finansial, meski Malika sendiri enggan bergantung kepada mereka.
“Awalnya orang tua ragu membiarkan aku merantau, tapi setelah aku yakinkan bahwa aku bisa survive, bertanggung jawab, keluar dari zona nyaman, dan aku bisa berjuang di Bandung, mereka mendukung penuh,” kenangnya.
Ada kalanya Malika merasa sedih karena harus melewatkan berbagai kegiatan kampus. Ia mengakui bahwa ada konsekuensi dari pilihannya, termasuk waktu istirahat yang kerap terpotong. Namun, menurutnya, itulah harga dari sebuah perjuangan.
“Awalnya sedih karena jarang ikut kegiatan kampus, tahun ini aku akhirnya ikut kepanitian Kegiatan Orientasi Mahasiswa Anyar (KOMA). Aku belajar harus memilih antara kepanitiaan atau bisnis, dan menyeimbangkan keduanya. Meski tak ikut rapat pra-KOMA, aku hadir di hari H, paham tugas, dan tetap bertanggung jawab di KOMA maupun bisnis,” jelasnya.
Meskipun harus berjuang keras, Malika merasakan kepuasan tersendiri dari usahanya. Salah satu momen terbaik adalah ketika ia berhasil meraih peringkat ketiga dalam penjualan kue kering. Baginya, keberhasilan ini membuka mata bahwa apa yang semula tidak disukai bisa menjadi sumber kebahagiaan dan pembelajaran.
“Ketika berhasil menjual kue kering dan mendapat peringkat tiga di BNC, padahal itu pertama kalinya aku ikut, serta saat catering PBAK aku merekrut pembeli terbanyak. Dulu aku tidak suka jualan, tapi sejak kerja di sini, aku sadar punya kemampuan di bidang penjualan atau marketing. Dari situ aku belajar, hal yang awalnya tidak kita suka belum tentu buruk, dan membuka diri membuat kita sadar akan kemampuan kita. Itu pencapaian yang paling aku suka,” katanya bangga.
Di kampus, meskipun tidak terlalu aktif dalam organisasi, Malika tetap menjaga prestasi akademiknya. Ini menjadi bukti bahwa bekerja sambil kuliah bukan penghalang untuk meraih prestasi.
“Aku seneng karena IPK aku nggak jelek, IPK aku bisa lumayan meskipun aku sibuk,” ujarnya.
Ketika ditanya tentang harapannya setelah lulus kuliah, Malika dengan mantap menyatakan ingin membuka bisnis sendiri. Menurutnya, memiliki bisnis sendiri berarti bisa lebih bebas dalam berkarya dan bermanfaat bagi orang lain.
“Harapanku setelah kuliah, aku ingin punya bisnis sendiri yang bermanfaat bagi orang lain, terutama mahasiswa seperti aku, dan sesuai dengan skill-ku. Pekerjaan sekarang pun aku siapkan untuk masa depan, karena di sini aku belajar produksi kuliner, marketing, dan dibina menjadi pribadi yang lebih baik. Tempat ini bukan sekadar bisnis, tapi seperti keluarga, makanya aku nyaman,” ucapnya penuh semangat.
Untuk mahasiswa lain yang mungkin merasa kesulitan, Malika memberikan pesan yang sarat makna. Hari ini bersusah payah, di lain hari menikmati hasilnya.
“Kalau diuji dengan masalah ekonomi, jangan jadikan itu hambatan. Itu tanda bahwa kita harus lebih kuat dan bersyukur. Mungkin hari ini kita bersusah payah, tapi di masa depan kita bisa menikmati hasil perjuangan kita,” katanya.
Kisah Malika Nasya adalah bukti bahwa keterbatasan bukan akhir dari perjuangan. Di tengah keterbatasan, ia memilih untuk bergerak, keluar dari zona nyaman, dan mengejar mimpi dengan caranya sendiri. Dengan semangat pantang menyerah, ia mengajarkan bahwa mimpi bisa diraih jika kita berani berjuang.