Sun, 24 November 2024

Demo Hari Kedua Tolak RUU Pilkada di DPRD Jabar: Suara Rakyat Tak Didengar

Reporter: Anggia Ananda Safitri | Redaktur: Susi Fatonah | Dibaca 604 kali

Sun, 25 August 2024
(Sumber foto: Anggia Ananda Safitri/Jurnalposmedia)

JURNALPOSMEDIA. COM – Ribuan massa kembali turun ke jalan untuk menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepada Daerah (Pilkada) di Gedung Dewan Perwakilan Rakyar Daerah (DPRD) Jawa Barat (Jabar) pada Jumat (23/8/2024.

Demonstrasi ini menjadi puncak dari rasa frustrasi masyarakat yang merasa aspirasinya tidak diakomodasi oleh pemerintah.

Ketua Wilayah Jawa Barat Jaringan Properti Indonesia, Nur Slamet Imam Syafii menyatakan, revisi undang-undang yang sedang dibahas saat ini tampak seperti undang-undang pesanan dari pihak berkuasa, yang disusun secara tergesa-gesa.

“RUU yang dibahas sekarang ini, terkesan sebagai undang-undang yang dipesan oleh penguasa saat ini, yang dibuat secara terburu-buru,” ujarnya saat diwawancarai Jurnalposmedia pada Jumat (23/8/2024).

Menurutnya, keputusan terkait undang-undang harus diambil dengan hati-hati dan tidak terburu-buru, apalagi jika terdapat kepentingan pribadi atau golongan tertentu yang terlibat di baliknya

“Buat undang-undang itu tidak boleh terburu buru, ada aturan dan proses yang harus dilakukan,” pungkasnya.

Ia menambahkan, dampak revisi ini sangat berpengaruh terhadap demokrasi dan mencederai cita-cita reformasi yang diperjuangkan sejak era Orde Baru.

“Demokrasi akan mengalami kemunduran dalam berpolitik, yang sudah berusaha dibenahi setelah Orde Baru. Cita cita reformasi akan rusak,” tambahnya.

Salah satu penyelenggara demo, Rhido Anwari Aripin menyatakan, gerakan penolakan RUU Pilkada bukan hanya untuk gerakan mahasiswa, tetapi juga manifestasi kemarahan seluruh masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan saat ini.

“Ini adalah sebuah bentuk manifestasi dari kemarahan masyarakat Indonesia atau rakyat Indonesia kepada pemerintahan rezim Jokowi yang secara ugal-ugalan mengangkangi demokrasi di hari ini,” tegasnya.

Selain itu, Rhido mengkritik keras dampak negatif dari RUU Pilkada terhadap sistem demokrasi. Menurutnya, revisi ini akan mendegradasi hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK), meskipun ada kemenangan kecil saat DPR RI membatalkan pembahasan RUU Pilkada pada hari sebelumnya, ia memperingatkan agar tidak lengah.

“Masih banyak cara-cara bagi rezim saat ini untuk terus mengangkangi demokrasi,” katanya.

Seorang tenaga medis, Vindy Iq Refianty melaporkan,  diketahui jumlah korban luka-luka dari aksi ini cukup signifikan.

“Kalau data pasti secara keseluruhan perkiraan bisa saja lebih dari 20 bahkan 30, bisa saja lebih. Yang saya lihat pada saat itu,” ungkapnya.

Mayoritas korban mengalami luka sobek akibat terkena lemparan batu, terutama di area kepala dan pelipis. Vindy juga menekankan, pentingnya para demonstran untuk tetap waspada dan memahami batas waktu demonstrasi untuk menjaga diri dari potensi bahaya.

Salah satu peserta demo, Morteza Muhammad mengungkapkan, alasan kuatnya ikut serta dalam aksi ini.

“Saya percaya bahwa revisi RUU Pilkada akan melemahkan proses demokrasi di Indonesia. Saya menolak revisi tersebut karena dapat mengurangi partisipasi publik dalam pemilihan kepala daerah, yang seharusnya menjadi hak dasar setiap warga negara untuk memilih pemimpinnya secara langsung,” ujarnya.

Di samping itu, Morteza menyatakan, dampak negatif dari revisi ini adalah untuk melemahkan demokrasi dengan mengurangi keterlibatan rakyat dalam proses pemilihan langsung.

“Hal ini dapat menyebabkan jarak antara pemimpin dan rakyat semakin jauh, serta memungkinkan adanya praktik politik yang tidak transparan dan kurang akuntabel,” ucapnya.

Morteza merasa, suara rakyat tidak didengar dalam proses pembahasan revisi RUU Pilkada. Proses pembahasan revisi tersebut tampak dilakukan secara tertutup dan terburu-buru tanpa melibatkan partisipasi publik yang memadai.

Terakhir, ia berharap pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendengarkan aspirasi rakyat dan menghentikan upaya revisi ini.

“Saya berharap pemerintah dan DPR mendengarkan aspirasi rakyat dan menghentikan upaya RUU Pilkada ini. Jika ada perbaikan yang diperlukan, sebaiknya dilakukan dengan melibatkan semua pihak dan melalui proses yang transparan dan demokratis,” pungkasnya.

Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments