Sun, 10 November 2024

Situs Didatangi, Tapi Tak Didanai

Reporter: Restia Aidila Joneva | Redaktur: Zaira Farah Diba | Dibaca 515 kali

Thu, 2 June 2016
Ahmad (kanan) dan Jajang (kiri) berfoto mengapit patung Ir. Soekarno di penjara Banceuy usai peringatan hari lahirnya Pancasila, Rabu (1/6/2016). Keduanya bertugas menjaga tempat bersejarah yang pernah ditempati oleh Soekarno. (Jurnalpos/Restia Aidilla)
Ahmad (kanan) dan Jajang (kiri) berfoto mengapit patung Ir. Soekarno di penjara Banceuy usai peringatan hari lahirnya Pancasila, Rabu (1/6/2016). Keduanya bertugas menjaga tempat bersejarah yang pernah ditempati oleh Soekarno. (Jurnalpos/Restia Aidilla)

JURNALPOS- Bandung merupakan salah satu kota yang banyak menyimpan sejarah perjuangan dalam kemerdekaan Republik Indonesia. Adalah Ir. Soekarno seorang proklamator yang banyak meninggalkan kisah dan cerita di Kota Bandung seperti penjara Banceuy dan rumah istrinya Inggit Ganarsih di daerah Ciateul.

Dalam rangka memperingati hari lahirnya Pancasila dan Pidato Bung Karno pada tanggal 1 Juni 2016 ini, penjara Banceuy merupakan salah tempat yang wajib dikunjungi sebagai saksi sejarah perjuangan Soekarno yang mampu menghasilkan satu bab tulisan mengenai “Indonesia Menggugat.”

Meski sering dikunjungi baik oleh pejabat daerah atau nasional, penjara Banceuy belum mendapatkan dana untuk persoalan sarana dan prasana. Penjara Banceuy sebatas situs yang ramai didatangi untuk beberapa peringatan hari besar yang berkaitan dengan Bung Karno. Hal tersebut diakui oleh Ahmad, pengurus sekaligus pemelihara situs tersebut. 

Laki-laki yang memakai baju kemeja putih dan celana hitam itu mengakui bahwa penjara Banceuy masih sering didatangi oleh beberapa tamu, namun untuk masalah dana belum kunjung turun. Berbeda dengan Banceuy, kini rumah milik istri pertama Bung Karno, Inggit Ganarsih yang terletak di Jalan Ciateul sudah berada di bawah naungan Museum Sri Baduga atau Dinas.

“ Saya di sini sudah 32 tahun merawat, mengurus, memelihara penjara Bung Karno, karena rasa memiliki. Kalau yang datang ya banyak yang datang ke sini, tapi kalau masalah dana untuk sarana dan prasarana atau perawatan, masih belum ada jawaban sama sekali dari pemerintah, padahal sudah ada pengajuan,” ujar Ahmad saat ditemui,Rabu (1/6/2016).

Ahmad mengakui ia tidak mempermasalahkan menyoal dana atau tunjangan untuk dirinya, namun ia lebih membahas kepada dana untuk pemeliharaan penjara yang merupakan aset negara. Ia pun mengakui, untuk merenovasi peninggalan yang sudah puluhan tahun tersebut menggalang dana dari relawan, bukan dari dana pemerintah. 

“Ini dananya dari relawan. Dulu yang jadi ketuanya itu Ridwan Kamil bukan saat jadi Walikota sekarang. Sudah diajukan, kepada Walikota pun sudah, tapi belum ada jawaban dari Dinas Pariwisatanya, saya pun sudah menanyakan, tapi ya begitu,” jelasnya.

Di lain pihak, penjaga atau pengelola rumah bersejarah Inggit Ganarsih, Jajang Ruhiyat pun mengatakan untuk masalah kesejahteraan para pekerja penjaga sejarah seperti Ahmad dan dirinya memang dikatakan masih minim dan kurang gajinya, tapi ia tidak ingin menuntut banyak asalkan sarana dan prasaran dari tempat bersejarah terus dijaga.

Jajang mengatakan saat ini di rumah tersebut sudah ada pegawai outsourching atau cleaning service yang bekerja. Ia merasa pekerjaan menjadi ringan, meskipun ketika menghitung-hitung penghasilan tetap masih di bawah. Namun  Jajang merasa lebih beruntung dibanding Ahmad yang belum mendapatkan gaji semenjak mengurus penjara Banceuy.

“Saya mengajukan mulai mendapat gaji tahun 2011, sekarang pekerja di rumah Bu Inggit ada enam orang termasuk saya. Tapi ya tetap gaji tetap tinggi mereka. Bukan itu sih sebenarnya, tapi lebih bagaimana kita mengelola saja dan bagaimana perhatian pemerintah kepada situs-situs yang bersejarah itu,” kata Jajang.

Baik Jajang atau pun Ahmad mengakui tidak menuntut untuk adanya gaji yang jelas kepada mereka, namun mereka lebih menuntut dana menyoal sarana dan prasana dalam mengurus, memelihara serta menjaga situs bersejarah tersebut. Ahmad misalnya, ia mengaku kadang untuk beberapa hal rela mengeluarkan uang pribadinya dalam menjaga situs tersebut. 

“Kalau sekarang kan zamannya udah beda. Bukan sejarah yang dicari orang, tapi tempatnya. Bukan ceritanya, tapi foto-fotonya. Saya di sini tidak mau nuntut banyak, setidaknya ada alokasi untuk mendanai situs-situs bersejarah ini, agar lebih terjaga dan terurus. Kalau kami niat menjaga, dengan hati. Tapi inikan milik negara bukan milik saya saja, harus ada administrasi dan perhatian juga dari pemerintah, dapur saya juga harus mengebul tiap harinya kalau didanai sendiri terus,” ungkap Ahmad.

Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments