JURNALPOSMEDIA.COM – Mahasiswa yang tergabung dalam Poros Revolusi Mahasiswa Bandung (PRMB) melakukan aksi pawai alegoris yang bertemakan “Pemerintah Gagal Total” sebagai bentuk perlawanan atas ketidakadilan pemerintah.
Massa aksi melakukan long march yang bertitik kumpul di Monumen Perjuangan menuju Gedung Sate, Bandung sebagai titik aksi pawai.
Koordinator Lapangan (Korlap), Ilyasa Ali Husni mengatakan tujuan mahasiswa melakukan aksi sebagai upaya mempublikasikan narasi tentang kebobrokan rezim saat ini.
“Narasi-narasi serta poster-poster yang diangkat oleh kawan-kawan di sini merupakan narasi yang telah dikaji oleh tiap-tiap kampusnya, dari tiap-tiap BEM dan Ormawa yang dirasionalisasi baik dari segi hukum, pendidikan, ekonomi, kesehatan, HAM, pangan, dan demokrasi,” ujarnya saat diwawancarai Jurnalposmedia, Kamis (12/8/2021).
Alur aksi tersebut dimulai dari konsolidasi narasi setiap kampus untuk melakukan aksi. Setelah itu, massa aksi membahas Teknis Lapangan (Teklap) untuk mengadakan aksi di depan Gedung Sate dan long march menuju Dago.
“Hari ini kita mengadakan aktivasi ruang perlawanan ataupun panggung orasi kita di depan Gedung Sate, dan kita akan long march ataupun mengadakan rute ke daerah Jalan H. Juanda sampai ke titik kumpul di Monumen Perjuangan,” tambahnya.
Di balik aksi tersebut Ilyasa mengaku, massa aksi dari setiap kampus yang ada di Bandung sempat terkendala oleh pengurusan advokasi Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan kegiatan internal di masa pandemi.
Menurutnya, masalah yang menjadi sorotan mahasiswa saat ini mengenai aturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diterapkan oleh pemerintah.
“Kebijakan PPKM menurut saya memang itu sangat lemah hukum dan tidak langsung, itu sangat tidak mengikuti hierarki hukum yang ada. Di mana seharusnya kebijakan itu bukan melalui instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Nomor 21 Tahun 2021, di mana seharusnya pemerintah di tengah kondisi pandemi seperti ini mengeluarkan kebijakan yang seharusnya memihak rakyat ataupun kepastian hukum,” jelasnya.
Massa aksi melontarkan empat tuntutan di antaranya, pertama penegakkan kedaulatan rakyat dan pemerintah yang berdasarkan asas Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Kedua, tegakkan dan jalankan supremasi hukum, serta ketiga berikan kesempatan kepada kelompok sosial dalam berpartisipasi memajukan bangsa dan negara.
Terakhir, masa aksi menuntut pemerintah untuk bertanggung jawab terhadap kesehatan, keselamatan, dan kesejahteraan masyarakat di masa pandemi.
Mahasiswa Politeknik Negeri Bandung (Polban), Ahmad Nur Rizki mengatakan dalam orasinya, anggota dewan yang memiliki Undang-Undang tidak berpihak kepada masyarakat. Selain itu, selama pandemi pendidikan tidak efektif apalagi sebagai mahasiswa teknik yang sangat sulit belajar dari rumah.
”Anggota dewan yang punya undang-undang meminta suara rakyat, fasilitas sarana, dan prasarana. Tapi, setelah mereka naik dan dilantik, mereka malah dekat dengan konglomerat. Dengan adanya pandemi ini, pendidikan tidak efektif saya tidak habis pikir, anak teknik di rumah, bagaimana jadinya?” jelasnya.
Ahmad berharap dengan adanya aksi tersebut masyarakat menjadi tahu kondisi Indonesia saat ini serta dapat memantik gerakan mahasiswa secara nasional.
”Indonesia dalam cengkraman oligarki, Indonesia sedang dibawa ke era ketidakpastian, mengalami krisis yang berkepanjangan. Intinya kita sama-sama menjaga ruang publik dengan mengkritik, kita sama-sama menyalakan api perjuangan mahasiswa di Kota Bandung,” pungkasnya.