Penyair bermata batu
Memasuki usia suntuk
Seharian menyalin meditasi
Agar ada sajak-sajak suci
Mengalir dari mata air sungai kehidupan anak domba yang disembelih
Tanpa tulisan dan suara sunyi terus berbisik
Berguguran tubuh matahari
Supaya jangan ada lagi amarah meledak
Yang bau busuknya
Menyusup dalam perutmu yang kian mengecil
Tetapi aku suka berkelamin
Penyair bermata batu
Ikut kecewa
Bahkan anaknya yang senang berhala
Tak lagi pandai berucap sedap
Ia terjebak di pulau-pulau terluar
Sambil terus berdansa
Menghisap tidurnya
Yang bermalam di padang kelam
Penyair bermata batu lalu melarikan sajaknya ke gedung kesenian rakyat
Di sini ia bertemu para pujangga yang punya lidah tajam
Seperti pisau cukur tua
Mereka lalu bertukar wajah
Dengan presiden penyair
Tak lagi mabuk anggur
Yang dipetik dari ribuan bintang sampai langit ketiga
Aku sendiri mau menyendiri
Tak sanggup menatap penyair bermata batu
Keluh kesahnya semakin terluka memerah
Dalam sajaknya yang kelaparan ini