JURNALPOSMEDIA.COM-Kemarin, saya dikejutkan oleh kabar Kepala Pelatih Arsenal, Mikel Arteta yang terjangkit virus Corona atau COVID-19. Kabar itu tersiar setelah dinyatakan oleh klub Arsenal melalui laman resminya. Kabar itu membuat saya bergeming, ini bukan bahan tertawaan lagi. Ini pandemi yang serius, sekelas pelatih klub sepakbola yang tentu dijaga pola makan dan punya ahli gizi saja bisa terjangkit.
Selama dua bulan terakhir, kita masih bisa santai bahkan mungkin menjadikan virus ini bahan lelucon. Hingga pada Senin, 2 Maret 2020 pemerintah secara resmi mengeluarkan pernyataan ada dua pasien yang positif COVID-19. Sayangnya, kebiasaan pemerintah yang lamban dalam menangani suatu kasus juga berdampak pada penanganan pandemi ini. Walaupun begitu, saya percaya pemerintah serius melakukan penanganan, meskipun pada kenyataannya belum maksimal.
Kenapa belum maksimal? sebagai contoh pemerintah gelagapan saat ada kasus pertama di Indonesia. Ada miskomunikasi antara Presiden dan Menteri Kesehatan soal pengumuman kasus pertama, beruntung pemerintah cepat memperbaiki dengan menjadikan Achmad Yurianto sebagai juru bicara mengenai pandemi ini.
Alih-alih waspada, beberapa dari kita malah menjadikannya guyonan. Tidak sedikit unggahan di media sosial yang menjadikan wabah ini sebagai sarana haha-hihi. Semisal membanding-bandingkan virus Corona dengan berbagai riwayat penyakit yang katanya “khas” Indonesia. Perlu disadari, semua tidak sebercanda itu.
Jika pemerintah masih lamban, beberapa dari kita juga masih enggan. Enggan untuk serius barang sebentar. Kita mengesampingkan hal-hal penting dan mengedepankan slogan ‘santuy’ seperti cecunguk bodoh yang terbalik dan menunggu ajal menjemputnya.
Serius dalam hal ini bukan berarti kita harus panik atau takut, tetapi tetap waspada. Toh seperti kata mendiang Chrisye, badai pasti berlalu. Sementara itu, pada Rabu 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) resmi menyatakan wabah Corona sebagai pandemi, yang artinya sudah harus menjadi perhatian seluruh dunia. Bukan hanya pemerintah yang harus bersiaga, ini sudah tugas bersama, kesadaran bersama dan bukan dalih atas nama.
Maka dari itu, pemerintah harus bersikap transparan dalam mengumumkan data persebaran COVID-19 di Indonesia serta menyediakan ruang pengaduan dan fasilitas rumah sakit yang memadai. Di samping itu, masyarakat harus menerima informasi secara dewasa, tidak lagi menyebut media sebagai penyebab kepanikan, tapi menyikapi informasi dengan memilih dan melakukan pengecekan ulang terhadap keabsahannya. Lalu, masyarakat bisa mengikuti perkembangan penyebaran virus melalui kanal berita atau situs resmi yang dikembangkan pemerintah.
Penulis merupakan mahasiswa semester 8 Jurusan Ilmu Komunikasi Jurnalistik UIN Bandung