JURNALPOSMEDIA-Aksi memperingati International Women’s Day digelar Aliansi Clara Maret Bergerak (Clamber) di depan halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Jumat (8/3/2019) siang. Ratusan massa dari beberapa aliansi masyakat tergabung dalam aksi ini, diantaranya aliansi sektor perempuan Clamber, sektor buruh, sektor perempuan terdampak konflik perampasan lahan, mahasiswa serta sektor solidaritas internasional perempuan Pattani, Venezuela dan Papua.
Pada aksi International Women’s Day kali ini, mereka mengusung perjuangan berdasarkan kelas, gender, ras dan lintas ras. Dalam orasinya di atas mobil bak terbuka, mereka menuntut hak- hak dan keadilan untuk perempuan.Menyuarakan penindasan terhadap kaum perempuan yang berlapis- lapis. Tak hanya itu, mereka juga menuntut hak maternitas bagi buruh perempuan seperti cuti hamil, upah padat karya dan menyoroti kasus pemerkosaan terhadap mahasiswi.
Massa juga melakukan orasi politik, menolak militerisasi dalam pemerintahan, yakni rencana militer yang dapat mengisi posisi di kementerian dan juga merupakan kemunduran demokrasi seperti jaman orde baru. Teriakan melawan kapitalisme dan imperialisme juga mewarnai aksi tersebut. Mereka juga menuntut agar mahasiswa, kaum perempuan, buruh dan rakyat kecil dilibatkan dalam partisipasi politik berupa pembuatan kebijakan.
Penanggung Jawab Aksi Clamber, Meha mengungkapkan pemerintah saat ini kurang, bahkan tidak peduli sepenuhnya terhadap isu kesetaraan gender dan perempuan.
“Saat ini mereka (pemerintah) tidak peduli sepenuhnya terhadap kesetaraan gender dan isu-isu perempuan. Bukti yang paling nyata yaitu di Bandung, penggusuran atau pencaplokan lahan yang terjadi di Tamansari. Kenapa akhirnya pencaplokan lahan bisa masuk ke dalam isu perempuan,” ujar Meha saat diwawancarai Jurnalposmedia.
Meha menambahkan, karena dunia perempuan yang luas sehingga ketika di Tamansari terjadi pemiskinan, artinya penggusuran tersebut mengambil ruang-ruang ekonomi perempuan, ruang sosial praktisnya perempuan dan budaya mereka dalam berinteraksi satu sama lain,
“Nah itulah kenapa kita harus solidaritas berdasarkan sektor-sektor tadi, tidak hanya sebatas isu personal, tapi isunya yang sudah menyeluruh,” ungkapnya.
Salah satu peserta aksi, mahasiswi Pattani Thailand, Hartini (24) mengungkapkan aksi ini bertujuan agar dunia mengetahui dan peduli terhadap wanita di Pattani, Thailand.
“Kita hadir di sini untuk bersuara, agar dunia tahu bagaimana wanita Pattani. Kita juga menuntut hak- hak wanita,” ujarnya.
Tidak ada harapan khusus dari mereka namun, aksi International Women’s Day kali ini bertepatan dengan tahun pemilu elektoral. Mereka hanya ingin menunjukkan kepada pemerintah bahwa perempuan dapat bersatu, seta masih banyak pekerjaan rumah yang belum dituntaskan pemerintah, sehingga kepedulian masyarakat terhadap perempuan dapat meningkat, dan hak-hak terhadap wanita dan buruh juga dapat ditegakkan.