JURNALPOSMEDIA.COM – Praktik politik uang pada dunia perpolitikan menjadi permasalahan yang sulit untuk dihilangkan dan dipisahkan. Bahkan kegiatan ini dilakukan secara terang-terangan dan dianggap lumrah sehingga sudah menjadi budaya. Di Indonesia sendiri, politik uang lebih dikenal dengan sebutan “serangan fajar”.
Melansir situs resmi kpk.go.id serangan fajar merupakan istilah populer dari politik uang. Menurut Pasal 515 dan Pasal 523 ayat 1-3 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan Pasal 187 A ayat 1 dan 2 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dikatakan bahwa bentuk serangan fajar tidak terbatas pada uang.
Melainkan, politik uang juga bisa terlihat dalam bentuk paket sembako, kupon bensin, kupon pulsa, atau fasilitas lainnya yang dapat dikonversi dengan uang di luar ketentuan bahan kampanye yang diperbolehkan.
Namun, berdasarkan aturan yang ditentukan oleh KPU, tidak semua yang berkaitan dengan kampanye dikatakan sebagai serangan fajar. Aturan mengenai bahan kampanye yang diperbolehkan oleh KPU dijelaskan secara rinci pada Pasal 30 ayat 2 dan 6 yang berbunyi:
Pasal 30 ayat 2:
“Bahan kampanye dalam bentuk selebaran/flyer, brosur/leaflet, pamphlet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat minum/makan, kalender, kartu nama, pin, dan atau alat tulis.”
Pasal 30 ayat 6:
“Setiap bahan kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1), apabila dikonversikan dalam bentuk uang nilainya paling tinggi Rp 60.000.”
Tujuan dari serangan fajar
Mengutip dari kaltimtoday.com, serangan fajar merupakan sebuah tindak pidana yang bertentangan dengan nilai-nilai kejujuran. Tujuannya tak lain untuk “membeli suara” atau memengaruhi pemilih agar mengubah pilihannya sesuai dengan keinginan pemberi serangan fajar.
Selain itu, serangan fajar juga tidak sesuai dengan nilai-nilai anti korupsi. Dampak negatifnya jauh lebih luas karena mencakup kerugian masyarakat selama lima tahun atau selama masa jabatan pelaku serangan fajar berlangsung.
Ini disebabkan karena janji manis politik yang belum tentu dapat dipenuhi jika pemberi serangan fajar hanya memikirkan kepentingan diri dan kelompoknya sendiri. Terlebih, serangan fajar bisa memicu terjadinya korupsi dengan alasan untuk mengembalikan modal yang telah mereka bagikan selama periode kampaye.
Sanksi bagi pelaku serangan fajar
Dikutip dari UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, disebutkan pada Pasal 523 ayat 1-3:
Sanksi pidana diberikan kepada setiap orang, peserta, pelaksana, ataupun tim kampanye yang dengan sengaja memberikan uang atau materi lain sebagai imbalan pada peserta kampanye, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dipidana paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Sanksi pidana diberikan kepada setiap orang, peserta, pelaksana, ataupun tim kampanye yang dengan sengaja memberikan uang dan materi lainnya kepada pemilih pada masa tenang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dipidana paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta.
Sanksi pidana diberikan kepada setiap orang, peserta, pelaksana, ataupun tim kampanye yang dengan sengaja memberikan uang dan materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu. Dipidana paling lama tiga tahun dan denda paling banyak Rp36 juta.
Adapun sanksi yang berlaku sesuai dengan waktu kapan pelaku melakukan serangan fajar. Melalui tulisan ini, mari kita sama-sama jaga jiwa netral dan jujur selama masa pemilu menuju Indonesia yang lebih baik.