Thu, 19 September 2024

Bidang Intelektual dan Sosial Gelar Diskusi Bahas Radikalisme

Reporter: Intan Riskina Ichsan | Redaktur: Rais Maulana Ihsan | Dibaca 182 kali

Sat, 7 March 2020
Diskusi perdana Bidang Intelektual dan Sosial Hima Jurnalistik bertajuk "Bedah Gerakan Radikalisme di Kampus" di Gedung Student Center lt 3, UIN Bandung, pada Kamis (05/03/2020). (Intan Riskina Ichsan/Jurnalposmedia)

JURNALPOSMEDIA.COM-Bidang Intelektual dan Sosial Hima Jurnalistik menggelar diskusi perdananya dengan tajuk “Bedah Gerakan Radikalisme di Kampus”, di Gedung Student Center, UIN Bandung pada Kamis, (5/3/2020). Diskusi tersebut diadakan menyusul isu radikalisme yang hangat diperbincangkan oleh khalayak beberapa waktu lalu.

Pemantik diskusi, Rizaldi Mina memaparkan jika awal munculnya radikalisme di ranah kampus disebabkan karena adanya kontrol negara. Setiap warganya dituntut agar tidak terpengaruh paham yang bukan pancasila. Lalu, hal tersebut merembet ke ranah kampus di bawah otoritas organisasi-organisasi tertentu.

“Ada tiga hal yang dilakukan oleh negara, diantaranya adalah stigma, sentimen dan kontrol. Sehingga hal ini berpengaruh kepada efek psikologis dari negara ke masyarakat,” ujar Ketua Lembaga Pengkajian Ilmu Keislaman (LPIK) UIN Bandung tersebut.

Rizaldi melanjutkan, bahwa negara memiliki efek teritori sehingga mengambil ideologi dari masyarakat mayoritas. Radikalisme sendiri berarti mengakar dan merupakan sesuatu yang total dan menyeluruh. Adapun cara untuk menghindarinya yaitu dengan pengetahuan, sehingga senantiasa dapat melacak dan mencari tahu terlebih dahulu.

“Negara punya narasi, tapi harus ada jeda. Harus ada interupsi agar dapat istirahat. Karena kata tanpa jeda tak akan bermakna,” tutupnya.

Ketua Bidang Intelektual dan Sosial, Nina Nuriyah bersyukur karena diskusi tersebut berjalan lancar dan disambut dengan baik oleh mahasiswa yang menghadiri acara. Ia berharap diskusi selanjutnya dapat lebih menarik mahasiswa agar menyadari akan pentingnya diskusi. Terutama dalam mengembangkan daya intelektual dan menambah ilmu di luar aktivitas perkuliahan. Adapun, pemantik diskusi, Rizaldi Mina sangat mengapresiasi kegiatan tersebut karena tema yang ditentukan selalu panas untuk dibahas.

Pers Rilis

Dalam rilis yang diterbitkan terdapat beberapa pernyataan dan sikap yang disampaikan selama diskusi berlangsung. Berikut pernyataan dan sikap tersebut.

  1. Radikalisme mulai digaungkan kembali ketika kepala BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) menyatakan bahwa agama jadi musuh terbesar Pancasila.
  2. Hal pertama yang membuat UIN Sunan Gunung Djati Bandung disorot negara bahwa UIN Bandung radikal adalah bermula pada sekitar tahun 2018/2019 ketika salah satu dosen debat dengan salah satu tokoh Banser NU yang menyerang pribadi dosen tersebut dengan ungkapan bahwa dia berpendapat seperti itu karena dosen tersebut salah satu anggota HTI.
  3. Negara mulai mengawasi gerakan mahasiswa yang mulai berafiliasi dengan organisasi-organisasi yang telah dicap sebagai organisasi radikal. Organisasi tersebut adalah partai PKS yang didukung oleh HTI dan mengarah kepada khilafah. Lalu negara mulai menelik organisasi tersebut dan mendapati bahwa KAMMI dan LDM di kampus UIN Bandung berafiliasi dengan PKS dan mulai dituduh membawa kategori radikal di kampus.
  4. UIN Bandung dianggap radikal oleh negara karena ada organisasi yang berafiliasi dengan PKS, yang dimana sudah dicap radikal oleh negara, walaupun kegiatan organisasi tersebut terbilang aman seperti diskusi, kajian dan kegiatan islami lainnya namun tetap saja sudah dianggap menjurus kepada radikal, jadi stigmatisasi radikal itu tergantung negara mendefinisikan kata radikal itu seperti apa.
  5. Semua media memframe radikal kepada UIN, maka kampus harus kembali menjadi wilayah kebebasan akademik, dan bebas dari stigma.
Bagikan :
guest
0 Komentar
Inline Feedbacks
View all comments